
Tim juru bicara KPK, Budi Prasetyo saat memberikan keterangan di gedung Merah Putih KPK.
Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkaji Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 2023 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
KPK ingin mempelajari soal aturan anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN yang tidak lagi masuk kategori penyelenggara negara.
Ketentuan ini dinilai berpotensi membatasi kewenangan KPK dalam menindak pelaku korupsi di lingkungan BUMN. Mereka juga tak lagi wajib melaporkan harta kekayaannya. Padahal, KPK acap kali menemukan dan menyidik kasus korupsi bermula dari pemeriksaan harta kekayaan.
"KPK saat ini sedang melakukan kajian terkait dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2025 yang terkait dengan BUMN. Bagaimana kaitannya dengan tugas, fungsi dan kewenangan KPK," kata Tim Juru Bicara KPK Budi Prasetyo pada Senin, 5 Mei 2025.
Dalam proses kajian tersebut, KPK juga menelaah keterkaitan UU BUMN dengan regulasi lain seperti KUHAP, UU Tindak Pidana Korupsi, dan UU Keuangan Negara dan lainnya.
"Semua Undang-undang itu kemudian nanti akan dikaji oleh KPK untuk melihat seperti apa Undang-undang BUMN kaitannya dengan tugas, fungsi dan kewenangan upaya pemberantasan korupsi oleh KPK, baik melalui pendekatan pendidikan, pencegahan ataupun pendidikan," kata Budi.
Selain itu, Budi juga menyoroti pentingnya pencegahan dan pendidikan antikorupsi di sektor bisnis. Menurutnya, pelaku usaha menjadi salah satu kelompok yang paling banyak terlibat dalam perkara korupsi yang ditangani KPK.
Oleh karena itu, KPK melihat pentingnya intervensi pencegahan untuk mendorong praktik bisnis yang berintegritas dan menciptakan iklim usaha yang bersih.
"KPK beberapa hari lalu menerima audiensi dari Kementerian BUMN dan pada prinsipnya KPK tentu mendorong upaya-upaya pencegahan korupsi yang terukur dan sistematis yang nantinya akan dilakukan oleh Kementerian BUMN dan KPK tentu akan siap mendukung karena selama ini pun KPK juga terus mendorong dan melakukan pendampingan berbagai upaya-upaya pencegahan korupsi di sektor pelaku usaha. Salah satunya melalui PANCEK, Panduan Anti-Korupsi & Pencegahan Korupsi di sektor usaha," katanya.
Sebelumnya Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir membantah kabar direksi perusahaan pelat merah tidak bisa dipidana atau kebal hukum bila terjerat kasus korupsi dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN.
Erick mengatakan kasus korupsi tetap bisa diseret ke jalur hukum. Menurutnya, tak ada pengaruh perubahan status direksi BUMN menjadi bukan penyelenggara negara.
"Kalau kasus korupsi mah tetap aja dipenjara. Enggak ada hubungannya lah. Kalau pihak yang melakukan kasus korupsi, tidak ada hubungan payung hukum bukan penyelenggara negara," kata Erick di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin.
Erick mengatakan justru Kementerian BUMN punya tugas baru dalam pengawasan. Mereka ditugasi untuk mengendus dan menindak dugaan korupsi yang dilakukan BUMN.
Ia mengakui Kementerian BUMN tidak punya kompetensi di bidang tersebut. Oleh karenanya, dia berencana menggandeng penegak hukum.
"Makanya kita sama KPK, kejaksaan, siapa tahu kita akan menarik individu dari mereka untuk duduk di bawah kementerian," ucap Erick.
KEYWORD :KPK UU BUMN Direksi BUMN Penyelenggara Negara Korupsi