Jum'at, 03/05/2024 11:18 WIB

Sikapi Ahmadiyah, Menag Minta Semua Pihak Patuhi SKB

SKB pada hakikatnya adalah amanah dari Undang-Undang No. 1/PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama

Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin (foto: Jurnas)

Jakarta - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin meminta semua pihak, baik pemerintah daerah, jemaah Ahmadiyah, maupun masyarakat umum untuk berpedoman pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri Tahun 2008 dalam menyikapi persoalan Ahmadiyah.

Menag meminta semua pihak untuk memahami kembali dan mengamalkan amanat SKB. Sebab, SKB pada hakikatnya adalah amanah dari Undang-Undang No. 1/PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama yang mengikat semua warga bangsa.

Pasal 1 UU PNPS jelas mengatur bahwa setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.

Sementara Pasal 2 UU PNPS menegaskan (1) Barangsiapa melanggar ketentuan tersebut dalam pasal 1 diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya itu di dalam suatu keputusan bersama Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.

Kemudian, (2) Apabila pelanggaran tersebut dalam ayat (1) dilakukan oleh Organisasi atau sesuatu aliran kepercayaan, maka Presiden Republik Indonesia dapat membubarkan Organisasi itu dan menyatakan Organisasi atau aliran tersebut sebagai Organisasi/ aliran terlarang, satu dan lain setelah Presiden mendapat pertimbangan dari Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.

Kementerian Agama merasa substansi SKB tiga menteri ini sekarang mulai dilupakan sehingga perlu dilakukan sosialiasi secara intensif. Sosialisasi akan dilakukan Kemenag kepada tiga pihak, yaitu: Pemerintah dan Pemerintah Daerah, Jemaat Ahmadiyah, serta masyarakat luas,” ujarnya di Jakarta, Kamis (08/06).

Menag mengimbau semua pihak untuk tidak main hakim sendiri dalam mengatasi persoalan Ahmadiyah. Menurutnya, persoalan silang sengketa dan perbedaan antar suadara sebangsa harus diselesaikan dengan lebih mengedepankan musyawarah. “Jika musyawarah tidak ada titik temu, tempuh jalur hukum, tidak main hakim sendiri apalagi dengan menggunakan cara kekerasan dan pemaksaan,” tegasnya.

Kisruh Ahmadiyah kembali terjadi. Pemkot Depok kembali menyegel lokasi pusat kegiatan Ahmadiyah di Depok pada Minggu, 4 Juni 2017. Penyegelan ini merupakan kali ketujuh yang dilakukan sejak 2011-2017.  Pemkot Depok mengatakan penyegelan dilakukan untuk melindungi keselamatan jemaah Ahmadiyah. Sementara jemaah Ahmadiyah menilai penyegelan yang dilakukan Pemkot Depok tidak sah dan cacat hukum.

Tentang ini, Menag menilai semestinya hal itu bisa dihindari sejauh tidak ada alasan yang betul-betul bisa dibuktikan bahwa Jemaah Ahmadiyah melanggar SKB. Dalam pandangan Menag, jika tidak ada bukti kuat bahwa masjid Ahmadiyah itu digunakan sebagai tempat menyebarluaskan faham bahwa ada Nabi setelah Muhammad, maka tidak cukup alasan untuk menutup tempat ibadah.

“Semua kita dijamin konstitusi untuk menjalankan ajaran agamanya masing-masing,” tuturnya

KEYWORD :

Kementerian Agama Lukman Hakim Ahmadiyah




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :