
Anggota Komisi XIII DPR RI, Mafirion (Foto: Ist)
Jakarta, Jurnas.com - Komisi XIII DPR RI akan memanggil Direktur Jenderal Pemasyarakatan beserta seluruh Kepala Kantor Wilayah Pemasyarakatan dari seluruh daerah di Indonesia.
Langkah ini diambil menyusul rentetan kejadian serius yang terus terjadi di lingkungan lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) sepanjang 2025.
Baru-baru ini, terjadi peristiwa tewasnya dua narapidana dan empat lainnya mengalami perawatan intensif di Lapas Kelas IIA Bukittinggi akibat keracunan miras oplosan.
Iman Sukri Tekankan Pentingnya Keterlibatan Multisektor dalam Reformasi Keamanan-Politik
Anggota Komisi XIII DPR RI, Mafirion, menilai berbagai kejadian ini bukan lagi insiden biasa, tetapi bagian dari pola kegagalan sistemik yang mencerminkan bobroknya tata kelola pemasyarakatan nasional.
"Cerita buruk di beberapa Lapas dan Rutan sepanjang tahun ini sudah tak bisa ditolerir. Selain pesta miras dan narkoba, kita juga menyaksikan pelarian tahanan dalam jumlah besar. Ini menunjukkan persoalan serius yang harus diselesaikan secara struktural, bukan sekadar tambal sulam," ujar Mafirion.
Legislator: Satgas Ramadan dan Idul Fitri Pertamina Berhasil Memitigasi Lonjakan Permintaan
Mafirion menyebut 2025 menjadi tahun yang mencoreng wajah sistem pemasyarakatan Indonesia. Pada Maret lalu, 49 tahanan melarikan diri dari Lapas Kutacane, Aceh Tenggara, dengan menjebol atap menjelang waktu berbuka puasa. Hingga kini, 35 orang di antaranya belum berhasil ditangkap kembali.
Selanjutnya pada April, publik kembali dikejutkan oleh video viral dari Rutan Sialang Bungkuk, Pekanbaru, yang memperlihatkan narapidana berpesta miras dan diduga menyalahgunakan narkoba di dalam sel.
Bahas Revisi UU Perlindungan Saksi dan Korban, Komisi XIII DPR Soroti Maraknya Kasus TPPO
Tak berselang lama, delapan tahanan di Polres Lahat, Sumatera Selatan, juga kabur dengan menjebol dinding menggunakan obeng modifikasi. Kini, tragedi miras oplosan di Lapas Bukittinggi menambah deretan kelam yang mencerminkan lemahnya pengawasan dan kendali internal di tubuh institusi pemasyarakatan.
Mafirion menegaskan bahwa pencopotan pejabat struktural di lapas dan rutan tidak lagi cukup untuk merespons berbagai kegagalan ini. Dia mendorong diterapkannya pemberhentian tidak dengan hormat terhadap petugas yang lalai atau terbukti terlibat dalam pelanggaran.
"Sudah waktunya diterapkan standar penegakan disiplin yang sama kerasnya seperti di institusi penegak hukum lainnya. Kalau polisi bisa diberhentikan tidak hormat karena pelanggaran berat, mengapa tidak petugas lapas yang membiarkan pesta miras atau pelarian massal napi?" kata dia.
Selain itu, Mafirion mendorong agar pimpinan di tingkat Direktorat Jenderal Pemasyarakatan juga diperiksa oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan. Evaluasi menyeluruh harus segera dilakukan.
"Jangan-jangan berulangnya berbagai peristiwa ini justru karena lemahnya pengawasan dari atas. Jika pengendalian internal dilakukan dengan benar, mustahil minuman oplosan, narkoba, bahkan senjata tajam bisa masuk dan beredar bebas di balik tembok lapas," ujar legislator Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.
Pemanggilan dirjen dan para kakanwil, menurut Mafirion, bukan sekadar formalitas atau agenda dengar pendapat biasa. Ini menjadi bentuk nyata pelaksanaan fungsi pengawasan Komisi XIII DPR RI untuk membongkar akar persoalan dan memastikan pertanggungjawaban yang setimpal.
"Kami tidak hanya ingin mendengarkan penjelasan atas berbagai permasalahan yang terjadi di Lapas. Kami ingin memastikan bahwa pengawasan ini berujung pada reformasi menyeluruh dan tindakan nyata. Kejadian-kejadian ini terus berulang, dan kalau terus dibiarkan, akan makin merusak wibawa hukum serta rasa keadilan publik di negeri ini," tutup dia.
KEYWORD :Komisi XIII Mafirion DPR RI Tata Kelola Lapas