Selasa, 01/07/2025 07:12 WIB

Hari Buruh, Refleksi Keseimbangan Antara Produksi dan Kesejahteraan

Pekerja yang sehat secara fisik dan mental, yang dihargai kontribusinya, akan memiliki semangat dan motivasi lebih besar dalam meningkatkan performa kerja.

Ekonom senior INDEF dan Rektor Universitas Paramadina Jakarta Prof. Didik J. Rachbini, M.Sc., Ph.D. Foto: paramadina/jurnas

JAKARTA, Jurnas.com - Kehidupan, perbuatan, kegiatan manusia pada dasarnya berpegang pada prinsip universal keseimbangan.  Dalam prinsip universal keseimbangan ini, maka makna refleksi hari buruh ini harus berpegang  pada keseimbangan antara produktivitas dan kesejahteraan. 

Demikian disampaikan Ekonom Senior INDEF Prof. Didik J. Rachbini dalam merefleksikan hari buruh yang jatuh hari ini, Kamis (1/5/2025).

Bagi Prof. Didik, nelawan prinsip keseimbangan ini akan merusak tatanan sistem ekonomi, produksi dan manajemen korporasi.  Dunia usaha perlu mendapat hasil yang produktif dari para pekerjanya agar perusahaan untuk dan berjalan sinambung. 

“Sebaliknya, kesejahteraan buruh pekerja adalah nilai dasar, yang harus diwujudkan.  Kesejahteraan adalah tujuan utama umat manusia, tetapi itu tidak dapat dicapai tanpa bekerja produktif,” kata Rektor Universitas Paramadina, Jakarta ini.

Prof. Didik menegaskan, hari buruh bukan sekadar peringatan tahunan, tetapi momentum untuk merefleksikan kembali hubungan antara dunia kerja dan kesejahteraan pekerja.

“Hubungan tersebut prinsipnya adalah keseimbangan. Buruh bukan sekadar roda penggerak ekonomi, melainkan subjek utama pembangunan,” ujarnya. 

Oleh karena itu, lanjut Prof. Didik, memperingati hari buruh harus menjadi ajang meneguhkan komitmen untuk menciptakan ekosistem kerja yang produktif sekaligus manusiawi. Di tengah persaingan global yang ketat, produktivitas menjadi kunci keberhasilan perusahaan.

“Namun, produktivitas tidak boleh hanya dilihat dari sisi output semata. Ia harus lahir dari proses kerja yang sehat, adil, dan memanusiakan pekerja,” tegasnya.

Menurut Prof. Didik, pekerja yang sehat secara fisik dan mental, yang dihargai kontribusinya, akan memiliki semangat dan motivasi lebih besar dalam meningkatkan performa kerja. Karena itu, buruh harus mendapat perlindungan dan kepastian akan hak dasarnya.

Ia pun menyampaikan, saat ini masih banyak pekerja yang belum menikmati hak-haknya secara penuh seperti upah layak, perlindungan hukum, dan kepastian kerja. Negara dan perusahaan harus menjadikan perlindungan buruh sebagai fondasi keberlanjutan ekonomi.

“Perlindungan bukan beban, tetapi investasi jangka panjang yang menciptakan stabilitas dan loyalitas di tempat kerja,” kata Prof. Didik.

Negara sudah memulai membangun sistem  asuransi kesehatan dan ketenagakerjaan, yang sudah berjalan cukup baik pada tingkat nasional, meskipun masih ada kelemahan. Dalam dunia yang penuh ketidakpastian—baik karena krisis ekonomi maupun disrupsi teknologi—keberadaan sistem jaminan sosial yang inklusif menjadi sangat penting. Ini bukan hanya soal perlindungan, tetapi juga soal keadilan dan solidaritas sosial.

Pada tingkat perusahaan perlu dibangun lingkungan kerja yang aman dan nyaman. Tempat kerja yang bebas dari kekerasan, diskriminasi, dan tekanan psikologis merupakan syarat mutlak untuk mendukung produktivitas.

Ruang kerja yang sehat secara fisik dan mental akan mendorong lahirnya inovasi, loyalitas, dan kerjasama tim yang kuat. Budaya kerja yang menghargai keberagaman, inklusif, dan berlandaskan nilai kemanusiaan adalah kunci menciptakan suasana kerja yang positif.

“Tidak ada pembangunan ekonomi yang sukses tanpa buruh yang sejahtera, produktif dan inovatif. Karena itu, mensejahterakan buruh dan menjadikan produktif merupakan landasan pembangunan ekonomi. Jika buruh sejahtera, maka hampir seluruh rakyat sejahtera,” tuturnya.

“Selamat hari buruh,” pungkas Prof. Didik.

KEYWORD :

Hari Buruh Produktivitas Kesejahteraan Prof. Didik




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :