Rabu, 30/04/2025 17:21 WIB

Gugatan Pilkada Banggai, Pakar: Janjikan Bantuan untuk Rumah Ibadah Bentuk Pelanggaran Kampanye

Perbuatan menjanjikan uang tersebut juga telah menjadikan tempat ibadah sebagai tempat kampanye. Demikian itu sebagai resultan dari keputusan dan atau tindakan yang dibuat olehnya dan dimaksudkan untuk menguntungkan dirinya atau merugikan Paslon yang lain.

Ilustrasi politik uang. (Foto: Net)

Jakarta, Jurnas.com - Langkah menjanjikan bantuan untuk rumah ibadah merupakan bentuk pelanggaran kampanye. Pelanggaran yang dimaksud yaitu menjadikan rumah ibadah sebagai tempat kampanye.

Hal itu diutarakan Ketua Umum Persatuan Doktor Indonesia Abdul Chair Ramadhan merespons sidang gugatan pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada Banggai di Mahkamah Konstitusi (MK).

Hakim Konstitusi Saldi Isra mencecar soal tudingan bantuan Rp100 juta untuk Masjid Nurul Huda yang dijanjikan Pasangan Calon (Paslon) nomor urut 01 Amirudin dan Furqanuddin Masulili.

"Perbuatan menjanjikan uang tersebut juga telah menjadikan tempat ibadah sebagai tempat kampanye. Demikian itu sebagai resultan dari keputusan dan atau tindakan yang dibuat olehnya dan dimaksudkan untuk menguntungkan dirinya atau merugikan Paslon yang lain," kata Abdul melalui keterangan tertulis, Rabu (30/4).

Dia menegaskan, pelanggaran tersebut mengandung unsur pidana. Sebab, melanggar Pasal 69 jo Pasal 71 jo Pasal 187A Ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

"Dengan demikian terhadap perbuatan menjanjikan uang sebesar Rp100 juta yang dilakukan di tempat ibadah, walaupun akibat yang timbul (in casu akan menguntungkan dirinya atau merugikan Paslon yang lain) tidak dikehendaki olehnya, tetap saja yang bersangkutan dapat dimintakan pertanggungjawaban secara pidana," ungkap dia.

Terlebih, perbuatan itu dilakukan secara berlanjut. Sertya terdapat fakta adanya pengakuan di sidang Mahkamah Konstitusi bahwa uang tersebut ditunda sebelum dicairkan sebab adanya PSU

"Dapat disimpulkan dalam perbuatan a quo, sudah terdapat mens rea pada diri yang bersangkutan," sebut dia.

Dia menyampaikan janji bantuan tersebut juga bertentangan dengan maksud putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan digelarnya PSU. Petahana yang memiliki posisi dominan dinilai melakukan perbuatan berlanjut dengan melawan hukum yang didalamnya terdapat itikad tidak baik dalam hal pemberian janji.

"Delik a quo adalah delik formil, sepanjang perbuatan telah sesuai dengan rumusan norma-norma sebagaimana dimaksudkan, maka pelaku dapat dipidana tanpa harus adanya akibat yang timbul (in casuterpengaruhnya Pemilih)," ujar dia.

Dia menilai perlu dilakukan penelusuran lebih lanjut oleh aparat penegak hukum terkait adanya dugaan pelanggaran tersebut. Penegakan hukum harus mendasarkan pada asas kepastian hukum dan keadilan sebagaimana aksiologi hukum yang dianut UUD 1945.

Selain itu, Abdul menilai Amiruddin-Furqanuddin Masulili harus didiskualifikasi. Sehingga, PSU selanjutnya hanya diikuti paslon tersisa, yaitu  Herwin Yatim-Hepy Yeremia Manapo dan Sulianti Murad-Samsul Bahri Mang.

 

 

 

KEYWORD :

Sidang gugatan Mahkamah Konstitusi MK PSU Pilkada Banggai




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :