
Ketua Umum Pepabri, Agum Gumelar. (Foto: Ist)
Jakarta, Jurnas.com - Komisi I DPR RI menggelar rapat dengan pendapat umum (RDPU) dengan Persatuan Purnawirawan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Pepabri) terkait perubahan Undang Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (10/3).
Dalam rapat tersebut, Ketua Umum Pepabri, Jenderal (Purn) TNI Agum Gumelar menyebutkan jika penugasan TNI atau ABRI pada jabatan sipil menjadi menyimpang saat era Orde Baru. Padahal, awalnya penugasan tersebut didasari permintaan sipil.
"Di sinilah terjadi hal-hal yang menyimpang dari permintaan yang tadi menjadi dasar ditugaskannya seorang perwira ABRI di instansi sipil itu direkayasa. Pendekatan yang terjadi pada saat itu zaman Orde Baru menjadi kesejahteraan," kata Agum.
Saat itu, dilanjutkan dia, ada aspirasi dari masyarakat di suatu kabupaten yang menginginkan kepala daerah dari unsur ABRI. Permintaan tersebut ditindaklanjuti dengan penyaluran ke markas-markas militer.
"Maka ditentukanlah seorang personel setelah seleksi yang ketat untuk memenuhi harapan masyarakat di situ, dikasihlah personel tersebut untuk diproses penugaskaryaan. Jadi, dasarnya adalah permintaan tanpa permintaan tidak ada penugaskaryaan," katanya.
Nah, mirisnya rekayasa permintaan terus meningkat dari waktu ke waktu. Akhirnya, banyak TNI mengisi jabatan sipil. Karenanya, dwifungsi ABRI yang terjadi saat orde baru adalah sistem penugaskaryaan yang salah.
"Maka sikap yang paling bijak waktu itu ambil kaca, berkaca di depan kaca yang besar, kenapa kok kita (ABRI) dicaci maki rakyat," kata Agum.
Mengenai RUU TNI, Agum memastikan bahwa Pepabri akan sangat menyoroti pembahasannya.
Namun, dia juga menilai bahwa dwifungsi TNI tidak akan kembali bangkit karena hal itu terjadi ketika elemen ABRI yang turut serta dalam mengisi situasi sosial dan politik setelah kemerdekaan.
KEYWORD :
Warta DPR RUU TNI Pepabri Agum Gumelar Dwifungsi