
Gelora Talks bertajuk Bom Waktu! Trump Ingin Relokasi Warga Gaza Palestina, Apa Konsekuensinya? Rabu (12/2/2025). Foto: tangkapanlayar
JAKARTA, Jurnas.com - Ketua Pusat Study Amerika Universitas Indonesia (UI) ) Prof Suzie Sudarman mengatakan, sikap politik luar negeri Indonesia selama ini dalam isu Palestina, tidak merujuk pada keilmuan.
Pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang ingin mengusir atau merelokasi warga Gaza dari tanah air mereka harusnya disikapi serius.
"Sikap Trump harus disikapi secara serius, karena Trump ini serius, sementara kita kurang serius. Ini akibat domestik kita tidak tertata, sehingga kita tidak punya karakter, " kata Suzie Sudarman dalam Gelora Talks bertajuk `Bom Waktu! Trump Ingin Relokasi Warga Gaza-Palestina, Apa Konsekuensinya? Rabu (12/2/2025) sore.
Menurut dia, hal ini terjadi akibat rakyatnya dinilai masih tertindas dan mendapatkan perlakuan semena-mena. Akibat ada problematik di dalam negeri itu, maka kebijakan politik luar negeri Indonesia menjadi kacau balau hingga sekarang.
"Terlalu ribet, kalau Kemenlu sekarang yang dituntut harus ikut perkembangan zaman, sementara di dalam negerinya masih ada masalah problematik," katanya.
Kendati begitu Suzie berharap ada peningkatan publik diplomasi dan diplomasi luar negeri, sehingga Indonesia bisa diperhitungkan sebagai bangsa di kancah internasional.
Ia menilai pertemuan Presiden Prabowo Subianto dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Bogor bisa menjadi momentum untuk meningkatkan diplomasi Indonesia.
"Kalau dulu Bung Karno bisa menyatukan negara-negara di dunia, karena semua negara belum merdeka. Kalau sekarang lebih sulit. Tapi pertemuan Prabowo-Erdogan ini bisa meningkatkan diplomasi Indonesia lebih kenceng lagi," tegasnya.
Sedangkan Ketua Pusat Solidaritas Palestina DPP Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Tengku Zulkifli Usman menegaskan, bahwa posisi Indonesia dalam mendukung perjuangan dan kemerdekaan Palestina tidak berubah dari era Soekarno hingga Presiden Prabowo Subianto.
"Tapi kita masih prihatin di Indonesia ini banyak kekuatan politik yang masih enggan berbicara isu Palestina. Padahal pondasi konstitusi kita memerintahkan dan mendorong kita untuk memerdekakan Palestina," ujar Tengku Zulkifli Usman.
Saat ini, menurutnya, di Palestina terjadi kejahatan luar biasa, dimana tidak hanya pembunuhan terhadap warga Gaza yang terjadi setiap hari, tetapi juga ancaman pengusiran paksa dan pembersihan etnis Palestina.
"Narasi politik luar negeri ini yang perlu disampaikan ke masyarakat internasional, bahwa selama Palestina masih dijajah Israel, maka Indonesia akan terus memperjuangkan kemerdekaan Palestina," katanya.
"Israel sekarang berkolaborasi dengan Donald Trump untuk melawan hukum internasional agar warga Gaza bisa diusir paksa dengan cara relokasi, meskipun PBB jelas-jelas mengatakan, tanah Palestina milik Palestina," imbuhnya.
Pergeseran Kebijakan AS
Sementara itu, Duta Besar RI untuk untuk Yordania merangkap Palestina Ade Padmo Sarwono mengingatkan, bahwa perubahan sikap Amerika Serikat yang tidak lagi mendukung solusi dua negara dalam penyelesaian konflik Palestina-Israel akan berdampak serius pada upaya penyelesaian damai konflik di kawasan Timur Tengah (Timteng).
Menurut dia, sejak AS dipimpin kembali Presiden Donald Trump untuk periode kedua, terjadi pergeseran kebijakan dan perubahan sikap yang ekstrem yang perlu mendapatkan perhatian serius masyarakat internasional.
"Trump menegaskan kembali proposalnya untuk merelokasi warga Gaza ke luar, terutama ke Yordania dan Mesir. Gaza akan dibangun proyek real estate atau properti untuk warga Timur Tengah, bukan untuk Palestina," katanya.
Hal ini tentu saja akan mengulangi kembali terjadinya peristiwa Nakba tahun 1948, yakni pengusiran paksa dan pembersihan etnis Palestina, serta perampasan tanah air mereka.
"Pengusiran ini akan menjadi peristiwa Nakba kedua, karena itu proposal Trump ini sangat ditentang Dunia Arab dan Internasional, termasuk Yordania," katanya.
Yordania sendiri hingga kini telah menampung pengungsi Palestina sekitar 2,5 juta dari peristiwa 1948, 1967 dan 1973. Sedangkan Lebanon menampung 500 pengungsi dan Suriah 900 pengungsi palestina.
"Meski dianggap double standard, Yordania sekarang sangat keras mendukung kemerdekaan Palestina dan menolak relokasi warga Gaza," ujarnya.
Ade Padmo menilai Raja Yordania Abdullah II menyadari konsekuensi atas sikapnya tersebut, yakni berakibat pada dihentikannya bantuan keuangan dari AS, selain Mesir dan Israel.
Sedangkan Director Asia Middle East Center For Research and Dialogue Muslim Imran mengatakan, bahwa perang di Gaza sebenarnya adalah perang AS, bukan Israel.
"Jadi proposal Trump ini bukan hal baru, yang ingin menjadikan Gaza sebagai real estate, pariwisata dan lain-lain. Proposal bermula dari Israel ditindaklanjuti Trump, dan rakyat Palestina menolak proposal ini," kata Muslim Imran.
Dia berharap Indonesia bisa untuk dapat menolak proposal Trump untuk merelokasi warga Gaza ke luar Palestina, dan mencegah terjadinya perang berkelanjutan.
KEYWORD :Trump Prabowo Israel Palestina Gelora Talk