Sabtu, 27/04/2024 15:29 WIB

Kasus Pembelian Heli AW 101, Kantor PT Diratama Jaya Mandiri Digeledah

Terkait pengusutan kasus itu, Puspom dan lembaga antikorupsi menggeledah empat lokasi.

Jumpa pers oleh Ketua KPK, Agus Rahardjo dan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Hadi Tjahjanto.

Jakarta - Puspom TNI "duet" dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengusut kasus dugaan korupsi pembelian satu helikopter AgustaWestland 101 (AW 101). Terkait pengusutan kasus itu, Puspom dan lembaga antikorupsi menggeledah empat lokasi.

Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, pihaknya membantu pihak TNI saat melakukan penggeledahan sejak Rabu (24/5/2017) di empat lokasi. Di antaranya kantor PT Diratama Jaya Mandiri yang berlokasi di Sentul, Bogor dan Jakarta.

PT Diratama Jaya Mandiri diketahui merupakan perusahaan Jasa Peralatan Militer (non senjata). Perusahaan tersebut merupakan selaku agen jasa penyedia helikopter AW 101. "Kantor Diratama Jaya Mandiri di Sentul,

di (Menara) Bidakara (Jakarta Selatan)," kata Agus saat jumpa pers bersama  Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, di gedung KPK, Jakarta, Jumat (26/5/2017).

Kemudian, salah satu kediaman saksi di Bogor dan kediaman salah satu pihak swasta di Sentul City, Bogor. "Rumah saksi swasta di Bogor dan swasta di Sentul City," ujar Agus.

Agus sendiri mengklaim jika pihaknya belum menetapkan tersangka. Menurut Agus, kasus tersebut masih dalam penyelidikan. Meski demikian, Agus berjanji pihaknya akan segera meningkatkan kasus itu ke penyidikan dan menetapkan tersangka dari kalangan sipil atau diluar kalangan militer. Agus mengisyaratkan pihaknya akan menjerat kalangan asal PT Diratama Jaya Mandiri.

"Dengan kerjasama dengan TNI akan mengumpulkan fakta dan data dengan menanyai banyak pihak. Akan jelas kalau meningkatkan status tersangka dalam hal ini supliernya. Jadi kalau menaikan dari penyelidikan ke penyidikan seperti biasa akan disampaikan latarbelakang dan keterkaitan," terang Agus.

Sebelumnya, Gatot dalam jumpa pers mengumumkan penetapan tiga tersangka. Ketiganya adalah, Marsekal Pertama TNI FA selaku pejabat pembuat komitmen (PPK), dan Letkol. Adm TNI WW selaku pemegang kas. Kemudian, Pembantu Letnan Dua (Pelda) SS yang diduga menyalurkan dana pada pihak tertentu.

Anggaran untuk heli itu senilai Rp 738 miliar. Itu menggunakan APBN tahun 2016. Namun lantaran diduga ada penggelembungan harga (mark up), negara diduga mengalami kerugian negara sekitar Rp 220 miliar.

Gatot menyebut, pengadaan awalnya dikhususkan pada heli jenis VVIP untuk keperluan Presiden. Kendati ditolak oleh Presiden Joko Widodo, pembelian heli tetap dilakukan. Akan tetapi jenis heli diubah menjadi heli untuk keperluan angkutan. Tak hanya itu, heli yang dibeli itu tidak cocok dengan spesifikasi yang dibutuhkan TNI Angkatan Udara. Misalnya, heli tidak menggunakan sistem rampdoor.

Terkait pengusutan kasus ini, Puspom TNI telah melakukan sejumlah upaya. Di antaranya pemeriksaan saksi dan menyita Rekening BRI atas nama PT Diratama Jaya Mandiri. Jumlah rekening yang disita dari penyedia barang pembelian satu helikopter AW 101 itu sekitar Rp 139 miliar.

KEYWORD :

KPK TNI Korupsi Helikopter AW




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :