Rabu, 31/12/2025 03:42 WIB

Studi: Turun Berat Badan di Usia Menengah Bisa Memicu Stres pada Otak





Penurunan berat badan pada usia menengah memang memperbaiki metabolisme, tetapi sekaligus aktifkan peradangan di wilayah otak yang mengatur energi dan hormon

Ilustrasi timbangan untuk mengukur berat badan (Foto: i yunmai/unsplash)

Jakarta, Jurnas.com - Menurunkan berat badan kerap dipandang sebagai kemenangan mutlak bagi kesehatan, terutama karena mampu memperbaiki gula darah dan menekan risiko penyakit kronis. Namun riset terbaru menunjukkan, di usia paruh baya, penurunan berat badan juga bisa memicu respons stres tersembunyi di otak.

Studi dari Ben-Gurion University of the Negev mengungkap bahwa penurunan berat badan pada usia menengah memang memperbaiki metabolisme, tetapi sekaligus mengaktifkan peradangan di wilayah otak yang mengatur energi dan hormon. Temuan ini menambah perspektif baru tentang dampak diet di usia yang tidak lagi muda.

Peneliti membandingkan tikus muda dan tikus paruh baya yang mengalami obesitas akibat diet tinggi lemak, lalu kembali ke pola makan normal untuk menurunkan berat badan. Pada kedua kelompok, toleransi gula darah pulih dengan cepat, bahkan sebelum berat badan sepenuhnya turun.

Meski begitu, tikus paruh baya kehilangan berat badan lebih lambat dibanding tikus muda. Namun pemulihan metabolik tetap terjadi dalam waktu singkat, menegaskan bahwa perbaikan gula darah bisa mendahului penurunan berat badan total.

Masalah muncul saat otak diperiksa lebih jauh. Fokus penelitian tertuju pada hipotalamus, pusat pengatur rasa lapar, energi, dan keseimbangan hormon, yang sejak awal sudah tertekan oleh kondisi obesitas.

Alih-alih mereda, peradangan di hipotalamus justru meningkat pada fase awal penurunan berat badan di tikus paruh baya. Sel mikroglia, sistem imun otak, membesar dan menjadi lebih aktif, menandakan respons inflamasi yang lebih kuat.

Aktivasi molekul NF-kappa B, penanda utama respons imun, juga bertahan selama beberapa minggu. Kondisi ini berbanding terbalik dengan tikus muda, yang justru menunjukkan penurunan peradangan otak saat berat badan turun.

Analisis gen memberikan gambaran lebih dalam. Ribuan gen di hipotalamus tikus paruh baya berubah aktivitasnya selama proses penurunan berat badan.

Banyak gen yang terkait dengan produksi energi dan perbaikan sel justru menurun aktivitasnya. Jalur penting seperti pembangkitan energi sel dan pengelolaan stres ikut melemah, menandakan otak menghadapi beban adaptasi yang berat.

Meski demikian, ada temuan yang mengejutkan. Kendati peradangan otak meningkat, kontrol gula darah tetap pulih dengan cepat.

Hasil ini menantang anggapan lama bahwa perbaikan metabolisme harus didahului oleh penurunan peradangan otak. Dalam kasus ini, keduanya tidak berjalan beriringan.

“Penurunan berat badan di usia paruh baya bukan sekadar versi ulang dari apa yang terjadi di usia muda,” ujar Alon Zemer, penulis utama studi ini. Ia menegaskan bahwa menurunkan berat badan tetap penting, tetapi dampaknya pada otak perlu diperhitungkan.

Sumber tekanan lain datang dari jaringan lemak. Pada tikus paruh baya, peradangan di jaringan lemak tetap tinggi selama fase awal penurunan berat badan.

Lemak yang terurai cepat melepaskan asam lemak dan sinyal inflamasi ke aliran darah. Zat-zat ini dapat mencapai otak dan memicu aktivasi mikroglia di hipotalamus.

Peneliti menemukan kaitan langsung antara peradangan jaringan lemak dan pembesaran mikroglia. Hal ini menguatkan dugaan adanya komunikasi intens antara lemak tubuh dan sistem imun otak saat berat badan turun.

Teknologi pencitraan beresolusi tinggi membantu mengungkap perubahan halus ini. Dengan mikroskop canggih dan analisis komputasi, peneliti bisa melacak respons sel tunggal yang sebelumnya sulit terdeteksi.

Hasil penelitian ini tidak menafikan manfaat penurunan berat badan di usia paruh baya. Namun, temuan tersebut menyoroti pentingnya pendekatan yang lebih hati-hati dan bertahap.

Penurunan berat badan yang terlalu cepat diduga memberi tekanan ekstra pada otak. Ke depan, strategi diet yang lebih perlahan atau terapi pendamping untuk meredam peradangan otak bisa menjadi kunci.

Studi ini dipublikasikan dalam jurnal GeroScience dan membuka diskusi baru tentang bagaimana menjaga kesehatan metabolik tanpa mengorbankan kesehatan otak di usia paruh baya. (*)

Sumber: Earth

 
KEYWORD :

Penurunan Berat Badan Pola Diet Paruh Baya Stres Otak




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :