Kamis, 25/12/2025 18:33 WIB

Pertanian Lahan Kering, UGM Tawarkan Teknik Irigasi Geomembran





Berbeda dari cara konvensional, tim peneliti Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) menawarkan sistem irigasi tanpa perkolasi di lahan kering.

Sistem irigasi menggunakan teknik geomembran di Gunungkidul, Yogyakarta (Foto: Ist/UGM)

Jakarta, Jurnas.com - Sistem irigasi menjadi bagian penting dalam pertanian. Berbeda dari cara konvensional, tim peneliti Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) menawarkan sistem irigasi tanpa perkolasi sebagai solusi pertanian di lahan kering.

Sistem irigasi ini dirancang dengan memasang lembaran geomembran di bawah zona perakaran tanaman padi untuk meminimalkan kehilangan air di petak sawah akibat perkolasi ke dalam tanah, sehingga pemanfaatan air menjadi sangat efisien.

Sebelum dilakukan penanaman, lahan sawah digali dan dilapisi geomembran, kemudian ditutup kembali dengan tanah. Metode ini terbukti efektif menahan air agar tidak meresap ke bawah.

Ketua Tim Peneliti Prof. Fatchan Nurrochmad, beserta tim peneliti Dr. Rachmad Jayadi, dan Endita Prima Ari Pratiwi, menjelaskan bahwa sistem irigasi ini bekerja dengan mengendalikan pergerakan air di lahan sawah.

Air tidak dibiarkan meresap ke bawah tanah atau perkolasi, tetapi diarahkan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tanaman melalui proses evapotranspirasi, yang mencakup penguapan atau evaporasi dan pengeluaran air melalui stomata daun atau transpirasi.

"Sawah tanpa perkolasi ini dirancang agar air dan nutrisi tidak hilang ke bawah tanah tetapi dapat dimanfaatkan oleh padi atau tanaman lain secara optimum artinya kebutuhan air dan nutrisi dapat memenuhi kriteria tepat waktu, tepat jumlah dan tepat kualitas," kata Fatchan dikutip dari laman resmi UGM pada Kamis (25/12).

Fatchan menambahkan bahwa kebutuhan konsumtif tanaman padi berada pada kisaran 7-8 milimeter air per hari. Pada sawah konvensional di wilayah dengan tanah lempung hitam seperti Gunungkidul, sebagian besar air yang diberikan langsung meresap ke bawah permukaan tanah saat musim kemarau, sehingga menyebabkan kekeringan di zona perakaran dan air tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman.

"Tanah di sini sebenarnya sangat subur, tetapi saat kering dan diberi air, maka air tersebut akan langsung meresap ke bawah. Inilah yang membuat petani kesulitan bercocok tanam saat musim kemarau," ujar dia.

Berdasarkan penelitian dari FT UGM dan data resmi BPS Gunungkidul, produktivitas sawah tradisional rata-rata hanya sekitar 0,5 kilogram per meter persegi.

Sementara itu, sawah tanpa perkolasi mampu menghasilkan 1 hingga 1,1 kilogram per meter persegi, atau lebih dari dua kali lipat.

KEYWORD :

Teknik Geomembran Sistem Irigasi Universitas Gadjah Mada




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :