Para penduduk yang terdampak bencana banjir dan longsor di wilayah Sumatera dan Aceh (Foto: sinpo)
Jakarta, Jurnas.com - Bencana banjir dan tanah longsor yang menerjang tiga provinsi di Sumatra memaksa ratusan ribu orang mengungsi. Tak hanya mengalami kerugian material, para pengungsi juga tak lepas dari ancaman masalah kesehatan serius.
Data Kementerian Kesehatan di wilayah Aceh mencatat sedikitnya 21.079 kasus dari sembilan jenis penyakit merebak pascabencana ekologis. Dari jumlah tersebut, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) mencapai jumlah 9.731 kasus per Jumat (19/12).
Terkait hal ini, dokter spesialis paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, dr. Ika Trisnawati menjelaskan bahwa penyakit menular kerap menjadi persoalan utama pascabencana, terutama ketika kondisi lingkungan tidak mendukung kebersihan dan sanitasi.
"Kalau pascabencana itu yang menjadi problem kesehatan adalah penyakit menular. Lingkungan yang kotor dan sanitasi yang buruk menjadi media yang sangat baik bagi kuman untuk berkembang," kata akademisi UGM tersebut dikutip dari laman resmi UGM pada Rabu (24/12).
Dia menuturkan, pengendalian penyakit di wilayah terdampak bencana jauh lebih sulit dibandingkan daerah normal karena keterbatasan akses air bersih, fasilitas sanitasi, dan tempat tinggal yang layak. Oleh sebab itu, ISPA kerap muncul sebagai penyakit dominan setelah banjir.
Lebih lanjut, Ika menyebutkan bahwa terdapat beberapa kelompok yang paling rentan terinfeksi ISPA. Kelompok tersebut antara lain anak-anak terutama balita serta lansia, yang sistem kekebalan tubuhnya belum matang atau justru sudah mengalami penurunan.
"Pada anak-anak, sistem imunitasnya masih dalam masa perkembangan sehingga belum matang. Sedangkan pada usia lanjut, sistem imun mengalami penurunan seiring bertambahnya usia," kata dia.
Selain faktor usia, kelompok dengan penyakit kronis seperti diabetes, penyakit jantung, ginjal, dan kanker juga memiliki risiko lebih tinggi. Tak kalah penting, Ika menyoroti kelompok perokok, yang kondisi paru-parunya lebih rentan mengalami perburukan saat terinfeksi ISPA karena sudah tidak optimal.
Dalam situasi keterbatasan pascabencana, Ika menekankan pentingnya langkah proteksi diri bagi para korban. Menurutnya, evakuasi ke tempat yang lebih aman dan bersih menjadi langkah paling awal dan krusial, terutama bagi kelompok rentan.
Selain itu, dia mengingatkan pentingnya alat pelindung diri seperti masker maupun alas kaki tertutup. Luka terbuka juga perlu diperhatikan untuk menghindari kontak dengan air atau lumpur yang terkontaminasi.
Menurut Ika, gejala ISPA umumnya muncul pascabanjir, bukan saat kejadian berlangsung. Hal ini terjadi karena lumpur dan partikel kering angin memudahkan virus bakteri masuk ke saluran pernapasan.
Terkait dengan pengobatan, dia menegaskan bahwa penyakit ini disebabkan virus dan iritasi sehingga tidak semua membutuhkan antibiotik. Istirahat cukup, minum air banyak, nutrisi baik, dan vitamin cukup.
"Perlu hati-hati ya, antibiotik hanya diberikan jika ada komplikasi bakteri dan harus dengan resep dokter," ujar dia.
Google News: http://bit.ly/4omUVRy
Terbaru: https://jurnas.com/redir.php?p=latest
Langganan : https://www.facebook.com/jurnasnews/subscribe/
Youtube: https://www.youtube.com/@jurnastv1825?sub_confirmation=1
Penyakit Menular Gejala ISPA Pengungsi Bencana Ika Trisnawati























