Ilustrasi - Nabi Luth AS saat melakukan dakwah kepada kaum sodom (Foto: AI)
Jakarta, Jurnas.com - Malam itu sunyi, namun kegelisahan berdenyut di dada Nabi Luth. Ia berdiri di ambang rumahnya, memandangi langit yang terasa berat.
Kota Sodom yang dahulu ramai kini tenggelam dalam kebiasaan menyimpang dan kesombongan yang kian mengeras. Luth tahu, nasihatnya berulang kali ditolak. Namun ia tak berhenti berharap.
“Wahai kaumku,” ucap Luth suatu hari di pasar, suaranya tegas namun lembut, “tinggalkan perbuatan keji itu. Kembalilah kepada jalan yang lurus.”
Seorang lelaki tertawa mengejek. “Engkau hanya ingin terlihat suci, Luth. Urusi dirimu sendiri.”
Orang-orang lain menyambutnya dengan cemooh. Kata-kata kebenaran memantul, jatuh, dan diinjak.
Suatu senja, tiga tamu datang ke rumah Luth. Wajah mereka tenang, sorot mata menyimpan wibawa. Luth menyambut dengan resah.
“Silakan masuk,” katanya, menahan kegundahan.
“Jangan khawatir,” jawab salah satu tamu, suaranya bening. “Kami di sini atas perintah Tuhanmu.”
Kabar kedatangan tamu itu menyebar cepat. Malam belum larut ketika suara gaduh merambat dari ujung jalan. Sekelompok orang berkerumun di depan rumah.
“Serahkan tamu-tamumu,” teriak mereka.
Luth maju selangkah. “Bertakwalah kepada Allah. Jangan hinakan diriku di hadapan tamu.”
“Diam!” balas mereka. “Kami tak peduli nasihatmu.”
Luth berbalik pada tamu-tamunya, suaranya bergetar. “Andai aku memiliki kekuatan untuk menahan kalian…”
Salah satu tamu menatapnya dengan kasih. “Wahai Luth, kami adalah utusan Tuhanmu. Mereka takkan menyentuhmu.”
Sekejap, tirai realitas tersingkap. Para tamu itu mengungkap jati diri mereka sebagai malaikat. Pandangan orang-orang yang menyerbu menjadi kabur. Kekacauan menggema. Luth merasakan campur aduk antara lega dan sedih lega karena perlindungan tiba, sedih karena kaumnya memilih kebutaan.
Inilah Kisah Tujuan Para Nabi Berpuasa
“Pergilah di malam ini bersama keluargamu,” ujar malaikat. “Jangan menoleh ke belakang.”
Luth mengangguk. Ia mengumpulkan keluarganya. Langkah-langkah mereka ringan namun sarat beban.
“Apakah mereka akan berubah?” tanya seorang anggota keluarga lirih.
Luth menunduk. “Hidayah telah disampaikan. Selebihnya keputusan mereka.”
Fajar belum menyingsing ketika bumi bergetar. Suara menggelegar membelah sunyi. Tanah terangkat, langit menumpahkan hujan batu. Kota Sodom dengan segala kesombongannya lenyap dalam sekejap. Luth menahan napas, menatap lurus ke depan, mematuhi perintah untuk tidak menoleh.
Ketika pagi datang, yang tersisa hanyalah pelajaran. Kebenaran pernah mengetuk, namun ditolak. Peringatan pernah disampaikan, namun diolok. Dan azab datang sebagai penutup dari rangkaian pilihan.
Google News: http://bit.ly/4omUVRy
Terbaru: https://jurnas.com/redir.php?p=latest
Langganan : https://www.facebook.com/jurnasnews/subscribe/
Youtube: https://www.youtube.com/@jurnastv1825?sub_confirmation=1
Kisah Nabi Luth Kaum Sodom Kisah Islam


























