Ilustrasi sedang tersenyum (Foto: Pexels/Danila Perevoshchikov)
Jakarta, Jurnas.com - Senyum bukan sekadar gestur sopan atau tanda ramah, melainkan sinyal sosial yang bekerja cepat dan tak disadari dalam membentuk kesan pertama. Bahkan sebelum percakapan dimulai, wajah sudah “berbicara” dan memengaruhi apakah seseorang dianggap layak dipercaya.
Melalui studi terbaru yang dipublikasikan di jurnal Emotion, peneliti menemukan bahwa otak manusia secara otomatis menilai karakter orang lain hanya dari ekspresi wajah. Proses ini berlangsung spontan dan kerap terasa seperti intuisi, padahal dipicu oleh mekanisme psikologis yang halus.
Lebih jauh, penelitian yang dipimpin Dr. Michał Olszanowski dari SWPS University ini menunjukkan bahwa melihat ekspresi wajah tidak berhenti pada pengamatan semata. Sebaliknya, wajah orang lain memicu reaksi refleks berupa peniruan gerakan otot wajah, terutama saat melihat senyum.
Fenomena ini dikenal sebagai emotional mimicry, yakni kecenderungan meniru ekspresi emosi orang lain tanpa sadar. Dalam konteks sosial, peniruan ini membantu menyelaraskan emosi dan membuat interaksi terasa lebih alami.
“Kami mengajukan hipotesis bahwa peserta akan menilai orang yang tersenyum secara lebih positif dan lebih mempercayai mereka dibandingkan orang yang menampilkan kemarahan atau kesedihan,” kata Dr. Michał Olszanowski, saat memparkan risetnya terkait pengaruh senyum.
“Selain itu, kami juga memprediksi bahwa peserta akan lebih bersedia meniru ekspresi kebahagiaan dibandingkan kesedihan, sementara kemarahan menjadi emosi yang paling kecil kemungkinannya untuk ditiru,” ujar dia menambahkan.
Berdasarkan hipotesis awal, peneliti memprediksi bahwa senyum akan menghasilkan penilaian paling positif dibandingkan ekspresi marah atau sedih. Dugaan tersebut terbukti, dengan senyum secara konsisten memicu tingkat kepercayaan, daya tarik, dan kesan kompetensi yang lebih tinggi.
Eksperimen pertama menunjukkan bahwa senyum memancing respons peniruan paling kuat, terlebih ketika partisipan merasa memiliki kesamaan sosial dengan orang yang diamati. Rasa kedekatan sekilas saja sudah cukup untuk memperkuat efek tersebut.
Temuan ini diperkuat oleh eksperimen lanjutan yang membuktikan bahwa gerakan otot wajah dapat memengaruhi penilaian secara langsung. Bahkan ketika peniruan dilakukan secara sengaja dan terasa tidak alami, persepsi terhadap kepercayaan tetap ikut berubah.
Dalam pengujian terakhir yang melibatkan permainan kepercayaan, senyum kembali menunjukkan pengaruhnya pada keputusan nyata, bukan sekadar opini. Menariknya, kali ini kesamaan sosial tidak lagi menjadi faktor utama.
Secara keseluruhan, penelitian ini menegaskan bahwa senyum mengundang peniruan, dan peniruan memperkuat kepercayaan. Sebaliknya, ekspresi marah dan sedih jarang menghasilkan efek serupa.
Dengan demikian, senyum terbukti memainkan peran penting dalam membentuk penilaian karakter dan hubungan sosial. Dalam keseharian, satu senyum sederhana mampu menentukan arah interaksi, bahkan sebelum sepatah kata diucapkan. (*)
Sumber: Earth
Google News: http://bit.ly/4omUVRy
Terbaru: https://jurnas.com/redir.php?p=latest
Langganan : https://www.facebook.com/jurnasnews/subscribe/
Youtube: https://www.youtube.com/@jurnastv1825?sub_confirmation=1
kekuatan senyum riset senyum dan kepercayaan psikologi senyum emotional mimicry
























