Senin, 22/12/2025 11:02 WIB

Bumi Pernah Memiliki Hari 19 Jam Selama Hampir Satu Miliar Tahun





Penelitian terbaru mengungkap bahwa miliaran tahun lalu, satu hari di Bumi tidak berlangsung 24 jam seperti sekarang

Ilustrasi - Rotasi Bumi (Foto: Pexels/Pixabay)

Jakarta, Jurnas.com - Penelitian terbaru mengungkap bahwa miliaran tahun lalu, satu hari di Bumi tidak berlangsung 24 jam seperti sekarang. Selama hampir satu miliar tahun, panjang hari di planet ini “terkunci” di sekitar 19 jam akibat keseimbangan unik antara tarikan Bulan, dinamika samudra, dan pasang atmosfer.

Secara normal, rotasi Bumi melambat sangat perlahan karena gaya pasang surut Bulan yang menyedot energi putar planet. Proses ini membuat panjang hari bertambah sedikit demi sedikit, sekitar sepersekian detik per abad.

Namun analisis baru yang dipimpin Ross Mitchell, geofisikawan dari Chinese Academy of Sciences, menunjukkan sejarah rotasi Bumi tidak berjalan mulus. Data dari batuan sedimen berusia hingga 2,5 miliar tahun memperlihatkan periode “datar,” ketika panjang hari nyaris tidak berubah selama ratusan juta tahun.

“Panjang hari di Bumi tampaknya berhenti mengalami peningkatan jangka panjang dan mendatar di sekitar 19 jam pada kurun waktu antara sekitar dua hingga satu miliar tahun lalu,” kata Mitchell dikutip dari Earth.com, pada Senin (22/12).

Salah satu periode paling mencolok terjadi antara dua hingga satu miliar tahun lalu. Berbagai catatan geologi dari belahan dunia berbeda konsisten menunjukkan panjang hari sekitar 19 jam, jauh berbeda dari era sebelum dan sesudahnya.

Fenomena ini dijelaskan lewat resonansi pasang surut. Selain pasang samudra akibat Bulan yang memperlambat rotasi, pemanasan Matahari juga memicu pasang atmosfer, gelombang tekanan udara global yang justru bisa sedikit mempercepat putaran Bumi.

Ketika kecepatan rotasi Bumi selaras dengan siklus pasang atmosfer pada hari 19 jam, dorongan dari atmosfer hampir menyeimbangkan efek pengereman Bulan. Akibatnya, pemanjangan hari pun terhenti dalam waktu yang sangat lama.

Menariknya, periode hari 19 jam ini bertepatan dengan fase penting evolusi Bumi. Pada masa itu, sebagian besar oksigen diproduksi oleh mikroba fotosintetik di dasar laut dangkal yang melepaskan oksigen di siang hari dan menyerapnya kembali di malam hari.

Eksperimen dan pemodelan menunjukkan bahwa panjang siang sangat memengaruhi berapa banyak oksigen yang akhirnya “lolos” ke laut dan atmosfer. Hari yang lebih panjang memberi waktu lebih lama bagi fotosintesis untuk menghasilkan oksigen bersih.

Jika hari Bumi bertahan di 19 jam selama hampir satu miliar tahun, produksi oksigen global kemungkinan tertahan pada level moderat. Baru setelah resonansi ini terlepas dan hari kembali memanjang menuju 24 jam, kadar oksigen meningkat dan membuka jalan bagi kehidupan yang lebih kompleks.

Meski cerita 19 jam berlangsung di skala miliaran tahun, rotasi Bumi hingga kini masih berubah dalam skala kecil. Jam atom mencatat panjang hari bisa bergeser beberapa milidetik akibat interaksi angin, arus laut, dan dinamika inti Bumi.

Studi lain menunjukkan variasi rotasi modern bahkan berkaitan dengan perubahan medan magnet Bumi, yang dipicu aliran logam cair di inti luar planet. Peristiwa ini dikenal sebagai geomagnetic jerks dan meninggalkan jejak halus pada panjang hari.

Dengan demikian, sejarah rotasi Bumi tersimpan rapi di batuan purba dan denyut mikrodetik masa kini. Planet yang pernah “hidup” dengan hari 19 jam itu masih terus berputar, membawa jejak masa lalunya dalam setiap detik yang berlalu. (*)

Sumber: Earth

KEYWORD :

Rotasi Bumi Waktu Bumi Evolusi Bumi 19 Jam




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :