Jum'at, 19/12/2025 14:02 WIB

Letusan Gunung Diduga Picu Black Death, Wabah Tewaskan Puluhan Juta Orang





Wabah ini diketahui disebabkan bakteri Yersinia pestis yang menyebar lewat kutu dan tikus, namun alasan kemunculan dan penyebarannya masih menjadi perdebatan

Ilustrasi Letusan Gunung Api (Foto: BPBD Salatiga)

Jakarta, Jurnas.com - Black Death menyapu Eropa pada akhir 1340-an dan menewaskan puluhan juta orang, bahkan memangkas populasi hingga setengahnya dalam waktu singkat. Wabah ini diketahui disebabkan bakteri Yersinia pestis yang menyebar lewat kutu dan tikus, namun alasan kemunculan dan penyebarannya yang begitu cepat masih menjadi perdebatan.

Menjawab pertanyaan itu, sebuah studi baru dalam jurnal Communications Earth & Environment mengajukan faktor tambahan yang selama ini kurang diperhitungkan, yakni perubahan iklim akibat letusan gunung api. Penelitian ini menilai kondisi iklim ekstrem berperan mendorong rangkaian peristiwa yang akhirnya membuka jalan bagi pandemi.

Secara khusus, para peneliti menemukan dua musim panas yang tidak biasa dinginnya pada 1345 dan 1346, yang diduga dipicu oleh abu vulkanik di atmosfer. Pendinginan berulang ini cukup untuk mengganggu pertanian di kawasan Mediterania dan memicu krisis pangan.

“Suhu musim panasnya memang tidak ekstrem, tetapi dingin, dan itu terjadi dua tahun berturut-turut,” kata Ulf Büntgen, ahli dendrokronologi dari University of Cambridge dan salah satu penulis studi tersebut. “Hal ini kemungkinan besar merupakan akibat dari serangkaian letusan gunung api yang kaya sulfur.”

Bukti tersebut diperoleh dari analisis cincin pohon di Pegunungan Pyrenees yang menunjukkan pertumbuhan terhambat pada periode itu. Temuan ini diperkuat oleh inti es dari Greenland dan Antartika yang merekam lonjakan sulfur, penanda letusan gunung api besar.

Sejalan dengan data ilmiah, catatan sejarah dari berbagai wilayah mencatat langit mendung berkepanjangan antara 1345 hingga 1347. Di Italia, panen gagal dan harga gandum melonjak ke titik tertinggi dalam delapan dekade, memicu keresahan sosial dan tekanan politik.

Dalam situasi itu, negara-kota seperti Venesia dan Genoa menghadapi kebuntuan serius. Sejak 1343, perang dengan Kekaisaran Mongol telah memutus akses gandum dari Laut Hitam, jalur pasokan vital bagi kota-kota dagang tersebut.

Namun ketika krisis pangan semakin parah, tekanan kebutuhan memaksa perubahan kebijakan. Pada 1347, Venesia dan Genoa berdamai dengan Mongol dan kembali membuka jalur perdagangan gandum dari wilayah Laut Hitam.

Menurut para peneliti, keputusan inilah yang membawa konsekuensi tak terduga. Kapal-kapal gandum yang berlayar dari Krimea dan pesisir Ukraina diduga turut mengangkut kutu pembawa Yersinia pestis, kemungkinan hidup di debu gandum.

Saat muatan dibongkar di pelabuhan Italia, kutu tersebut dengan cepat berpindah ke tikus lokal dan kemudian ke manusia. Pola ini tercermin dalam penyebaran wabah, di mana wilayah yang bergantung pada gandum impor seperti Venesia dan Genoa terdampak lebih awal.

Sebaliknya, kota-kota dengan ketahanan pangan lebih baik, seperti Milan dan Roma, mengalami wabah pada tahap berikutnya. Urutan ini memperkuat dugaan bahwa jalur pasokan pangan berperan dalam arah penyebaran Black Death.

Meski demikian, para peneliti menegaskan bahwa letusan gunung api bukan penyebab langsung wabah tersebut. Faktor iklim dipandang sebagai pemicu yang mengubah keseimbangan pangan dan perdagangan, sehingga membuka jalur bagi penyakit untuk menyebar cepat.

Cincin pohon dan inti es memang tidak dapat mengidentifikasi gunung api tertentu atau kasus awal wabah. Namun kesesuaian waktunya dengan kelaparan, kepanikan pemerintah, dan perubahan kebijakan dagang memberi konteks baru bagi awal pandemi.

Dengan demikian, studi ini menempatkan iklim sebagai bagian nyata dari narasi Black Death. Temuan tersebut sekaligus menunjukkan bahwa bahkan pada abad ke-14, sistem pangan, perdagangan, dan kesehatan sudah saling terhubung dan rentan terhadap guncangan lingkungan. (*)

Sumber: Earth

KEYWORD :

Gunung Api Letusan Gunung Berapi Black Death Wabah Mematikan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :