Kamis, 18/12/2025 19:18 WIB

Pakar UGM Peringatkan Perut Buncit Picu Penyakit Berbahaya





Risiko kesehatan sangat ditentukan oleh pola penumpukan lemak di dalam tubuh. Salah satunya, ketika lemak terakumulasi di area perut atau perut buncit

Ilustrasi perut buncit (Foto: Doknet)

Jakarta, Jurnas.com - Obesitas menjadi salah satu masalah kesehatan yang menimpa banyak orang saat ini. Pasalnya, kondisi ini tidak hanya menunjukkan kelebihan berat badan, melainkan sinyal ancaman berbagai penyakit serius.

Pakar Gizi Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Mirza Hapsari Sakti Titis Penggalih, menyampaikan bahwa jenis obesitas ini tidak selalu sama pada setiap orang.

Risiko kesehatan sangat ditentukan oleh pola penumpukan lemak di dalam tubuh. Salah satunya, ketika lemak terakumulasi di area perut, yang dikenal sebagai perut buncit atau obesitas sentral.

Untuk memahami obesitas sentral, ujar Mirza, perlu terlebih dahulu memahami konsep status gizi. Status gizi ditentukan berdasarkan rasio antara tinggi badan dan berat badan yang dikenal sebagai Indeks Massa Tubuh (IMT).

Standar WHO membagi status gizi menjadi kurus, normal, overweight, hingga obesitas. Namun perlu diingat bahwa IMT hanya menunjukkan jumlah lemak tubuh secara umum, bukan lokasi penumpukannya.

"Kalau pakai standar WHO, normal itu IMT 18 sampai 23, overweight 23 sampai 25, dan di atas 25 itu sudah obesitas. Yang paling berbahaya itu yang nilainya sudah di atas 30," kata Mirza dikutip dari laman resmi UGM pada Kamis (18/12).

Perbedaan lokasi penumpukan lemak inilah yang membedakan obesitas sentral dengan obesitas lainnya. Penilaian obesitas sentral pun tidak cukup hanya menggunakan IMT. Lingkar perut yang ada diatas 90 menjadi indikator penting.

Pada perempuan, hormon estrogen menyebabkan lemak tersebar di berbagai bagian tubuh seperti lengan, dada, paha, pinggul, dan perut. Sementara pada laki-laki, obesitas sentral lebih sering terjadi karena penumpukan lemak cenderung terpusat di perut karena tidak adanya estrogen.

Obesitas sentral ini menjadi perhatian serius karena berkaitan erat dengan sindrom metabolik karena lemak banyak menumpuk di perut. Sindrom metabolik ini ditandai dengan peningkatan gula darah, tekanan darah tinggi, serta kolesterol yang tidak normal. Ketika kondisi ini berlanjut, risiko penyakit tidak menular seperti diabetes melitus, penyakit jantung koroner, dan hipertensi pun meningkat.

"Kalau biokimia di dalam darah sudah bermasalah, nanti akan muncul berbagai penyakit tidak menular lain yang akhirnya berisiko juga pada kematian," ujar dia.

Secara alami, obesitas sentral lebih sering muncul pada usia di atas 40 tahun karena faktor hormonal. Hormon menjadi faktor adanya penumpukan lemak, memang risikonya terjadi pada usia di atas 40, terutama pada perempuan.

Namun, kondisi ini bisa muncul lebih dini akibat gaya hidup tidak sehat sejak usia muda. Pada kelompok usia muda, faktor utama obesitas sentral adalah kurangnya aktivitas fisik dan pola makan tinggi gula, garam, dan lemak. Asupan berlebih ini akan disimpan tubuh sebagai lemak dan mengubah metabolisme.

Untuk mengatasi obesitas, Mirza menekankan pentingnya untuk mengubah pola pikir terlebih dahulu sebelum melakukan diet. Penurunan berat badan harus dipahami sebagai proses jangka panjang yang membutuhkan kesabaran dan konsistensi.

Setelah itu, barulah pola makan diperbaiki sesuai usia dan kebutuhan tubuh, dengan mengurangi gula, garam, dan lemak serta meningkatkan konsumsi buah dan sayur.

"Mindset yang harus dibangun adalah ini ‘turning point saya, saya mau berubah.’ Kalau enggak ada ini, mau sebagus apa pun programnya tidak akan masuk," kata dia.

Lebih lanjut, Mirza menyampaikan bahwa pada usia muda, metabolisme yang masih baik memungkinkan berat badan terkoreksi lebih cepat ketika pola makan dan aktivitas fisik diperbaiki.

Namun pada usia di atas 40 tahun, metabolisme melambat sehingga diperlukan strategi tambahan seperti pengaturan jendela makan atau Intermitten Fasting (IF). Meski demikian, dia menekankan bahwa setiap intervensi harus bersifat personal dan didampingi tenaga profesional, karena kondisi kesehatan setiap individu berbeda.

KEYWORD :

Risiko perut buncit masalah obesitas penyebab kegemukan pakar UGM Mirza Hapsari Sakti Titis Peng




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :