Arsip - Ustadz Maulana ajarkan penggunaan kain ihram ke calon jamaah umrah (Foto: Jurnas/Ira).
Jakarta, Jurnas.com - Pakaian ihram menjadi simbol awal dimulainya ibadah haji dan umrah bagi seorang muslim.
Bagi jamaah pria, ihram tidak hanya menandai perubahan status ibadah, tetapi juga mengandung makna spiritual tentang kesederhanaan, kesetaraan, dan ketundukan total kepada Allah SWT.
Oleh karena itu, pemahaman mengenai tata cara mengenakan pakaian ihram serta larangan-larangan yang menyertainya menjadi hal penting agar ibadah berjalan sah dan bernilai sempurna.
Ini Makna Isra Mikraj bagi Kehidupan Umat Islam
Secara syariat, pakaian ihram bagi pria terdiri dari dua helai kain putih tanpa jahitan, yakni kain yang disarungkan di bagian bawah tubuh dan kain yang diselempangkan untuk menutupi bagian atas tubuh. Ketentuan ini bersumber dari hadis Nabi Muhammad SAW ketika beliau menjelaskan pakaian yang boleh dikenakan saat ihram. Rasulullah SAW bersabda:
لَا يَلْبَسُ الْمُحْرِمُ الْقَمِيصَ وَلَا السَّرَاوِيلَ وَلَا الْعِمَامَةَ وَلَا الْبُرْنُسَ
Artinya:
“Orang yang berihram tidak boleh mengenakan baju, celana, sorban, dan penutup kepala.” (HR Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa pakaian ihram pria harus terbebas dari bentuk pakaian berjahit yang lazim dipakai sehari-hari. Kain ihram tidak dijahit mengikuti bentuk tubuh dan tidak boleh menyerupai pakaian biasa, sebagai wujud pelepasan identitas duniawi dan simbol kerendahan diri di hadapan Allah SWT.
Tata cara mengenakan ihram diawali dengan niat di miqat setelah mandi sunah, membersihkan diri, dan memakai wewangian sebelum niat ihram. Setelah niat diucapkan, seluruh larangan ihram mulai berlaku. Hal ini sejalan dengan prinsip niat dalam ibadah yang ditegaskan Rasulullah SAW:
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
Artinya:
“Sesungguhnya setiap amal bergantung pada niatnya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Sejak niat ihram diucapkan, jamaah pria dilarang mengenakan pakaian berjahit, menutup kepala, dan memakai alas kaki yang menutup mata kaki. Larangan menutup kepala ditegaskan dalam hadis Nabi SAW saat menjelaskan aturan ihram:
وَلَا تُغَطُّوا رَأْسَهُ فَإِنَّهُ يُبْعَثُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُلَبِّيًا
Artinya:
“Jangan kalian tutup kepalanya, karena ia akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan bertalbiyah.” (HR Bukhari)
Selain itu, jamaah pria juga dilarang mengenakan pakaian yang diberi wangi-wangian setelah niat ihram. Larangan ini bertujuan menjaga kesucian ibadah dan menghindarkan jamaah dari kesenangan duniawi. Allah SWT berfirman:
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ
Artinya:
“Ibadah haji itu pada bulan-bulan yang telah dimaklumi. Barang siapa menetapkan niat haji di dalamnya, maka tidak boleh berkata kotor, berbuat fasik, dan berbantah-bantahan dalam haji.” (QS Al-Baqarah ayat 197)
Ayat ini menunjukkan bahwa ihram tidak hanya membatasi cara berpakaian, tetapi juga menuntut pengendalian diri secara menyeluruh, baik dalam ucapan, perbuatan, maupun penampilan lahiriah.
Dengan mengenakan pakaian ihram yang benar dan mematuhi larangan-larangannya, jamaah pria diajak untuk merasakan makna persamaan derajat tanpa membedakan status sosial, jabatan, maupun kekayaan.
Semua berdiri sama di hadapan Allah SWT, hanya dibedakan oleh ketakwaan. Pemahaman dan kepatuhan terhadap aturan ihram ini menjadi bagian penting dari ikhtiar meraih ibadah haji dan umrah yang sah, khusyuk, dan bernilai mabrur.
Google News: http://bit.ly/4omUVRy
Terbaru: https://jurnas.com/redir.php?p=latest
Langganan : https://www.facebook.com/jurnasnews/subscribe/
Youtube: https://www.youtube.com/@jurnastv1825?sub_confirmation=1
Info Keislaman Panduan Haji dan Umrah Pakaian ihram


























