Rabu, 17/12/2025 17:59 WIB

Seabrek Persoalan di Balik Minimnya Kampus Riset di Indonesia





Upaya mendorong perguruan tinggi Indonesia untuk menjadi kampus riset dan memberikan solusi nyata bagi daerah masih menempuh jalan panjang nan terjal.

Ilustrasi riset (Foto: Unsplash)

Jakarta, Jurnas.com - Upaya mendorong perguruan tinggi Indonesia untuk menjadi kampus riset dan memberikan solusi nyata bagi daerah masih menempuh jalan panjang nan terjal.

Sejauh ini, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) mencatat hanya 5 persen perguruan tinggi yang bertransformasi menjadi universitas riset.

Terkait hal ini, Dekan FMIPA Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Kuwat Triyana, mengatakan bahwa perguruan tinggi di tanah air sedang berada di fase uji relevansi. Sebab, tak sedikit anak muda yang menganggap kuliah bukan pilihan utama.

"Anak muda ini tidak lagi menganggap kuliah itu sebagai keputusan otomatis. Mereka lebih memilih jalur hidup lain, sepert kursus singkat, bootcamp, atau gigs economy," kata Prof. Kuwat dikutip dari laman resmi UGM pada Rabu (17/12).

Saat ini, terdapat dua narasi yang berseberangan terkait pendidikan di Indonesia. Pemerintah berupaya meningkatkan jumlah lulusan perguruan tinggi, sementara masyarakat terus berhitung cara mengembalikan modal pendidikan yang telah dikeluarkan. Ditambah pula kurikulum yang masih tertinggal dibandingkan negara lain.

"Karena itu, fokus kampus tidak cukup pada transfer ilmu, tetapi harus menjadi ekosistem penempaan yang melatih kemampuan memecahkan masalah nyata," ujar Prof. Kuwat.

Menurut Kuwat, program pengabdian masyarakat perlu diterapkan oleh segenap perguruan tinggi di Indonesia. Sebab, hingga kini program pengabdian yang diterapkan di kampus-kampus di Indonesia masih jauh tertinggal. Menurut, Kuwat hal ini terjadi sebab insentif dan penerapannya masih lemah.

"Jadi banyak pengabdian kepada masyarakat berhenti pada output administrasi, jumlah kegiatan, foto, laporan, dan ini belum sampai menyentuh pada outcome atau dampak yang terukur," kata dia.

Adapun dampak terukur yang dimaksud ialah penurunan biaya kesehatan masyarakat, peningkatan produktivitas, dan penurunan risiko yang terjadi di masyarakat akibat kerja pengabdian.

Selain itu, permasalahan lain dari program penelitian dan pengabdian yang mulai dikembangkan di masyarakat bagi Kuwat adalah ketidaksesuaian topik riset dengan kondisi masyarakat. Hal ini disebabkan oleh terkadang pemilihan topik ditentukan dengan kemudahan pengerjaan serta akses terhadap alat, bahan, dan data.

Kuwat memandang, peran perguruan tinggi seharusnya menjadi jembatan antara realitas hari ini dengan kebutuhan masa depan dengan program pengabdian kepada masyarakat berbasis riset dan kolaborasi multipihak.

"Jadi kampus itu penghubung pemuda, industri, komunitas, media, platform belajar, dan lain-lain agar solusi tidak berhenti di laporan," dia menambahkan.

Kuwat berharap ke depannya pemerintah memperbaiki insentif regulasi dan jalur adopsi agar pendidikan tinggi dapat memberi manfaat langsung bagi masyarakat. Tak hanya itu, dia juga ingin adanya perubahan dari struktur kurikulum pendidikan yang menurutnya sangat kaku.

KEYWORD :

Kampus Riset Guru Besar UGM Kuwat Triyana




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :