Selasa, 16/12/2025 23:18 WIB

Menerima atau Menolak Pemberian, Bagaimana Hukum dan Adabnya?





Bagaimana sebenarnya hukum menerima atau menolak pemberian, dan adab apa yang perlu dijaga dalam melakukannya?

Ilustrasi - Menerima atau Menolak Pemberian, Bagaimana Hukum dan Adabnya? (Foto: Istimewa)

Jakarta, Jurnas.com - Umat Islam dianjurkan untuk saling berbagi dengan memberikan sebagian rezeki yang dimilikinya kepada orang lain. Namun, dalam kehidupan sehari-hari, seseorang kerap dihadapkan pada situasi menerima atau menolak pemberian, baik berupa hadiah, uang, bantuan, maupun bingkisan.

Meski terlihat sederhana, persoalan tersebut memiliki dimensi hukum dan adab yang penting. Utamanya dalam perspektif etika, sosial, hingga ajaran agama, khususnya Islam.

Tidak semua pemberian wajib diterima, dan tidak semua penolakan dibenarkan. Ada pertimbangan niat, dampak, serta cara bersikap agar tidak menyinggung perasaan pemberi maupun melanggar prinsip moral, sosial hingga agama.

Lantas, bagaimana sebenarnya hukum menerima atau menolak pemberian, dan adab apa yang perlu dijaga dalam melakukannya? Berikut ulasannya yang dikutip dari laman Nahdlatul Ulama.

Ulama besar dari Hadramaut, Sayyid Abdullah bin Alawi al-Haddad, memberikan penjelasan mendalam mengenai persoalan ini dalam kitab Risâlatul Mu‘âwanah wal Mudhâharah wal Muwâzarah (Dar al-Hawi, 1994). Dalam kitab tersebut, ia menegaskan bahwa menolak pemberian orang lain, khususnya dari sesama Muslim, dapat menimbulkan dampak moral yang serius.

Sayyid Abdullah al-Haddad mengingatkan agar seseorang tidak mematahkan hati seorang Muslim dengan menolak pemberiannya. Menurutnya, rezeki yang sampai kepada seseorang pada hakikatnya berasal dari Allah, sedangkan manusia hanyalah perantara. Bahkan, dalam sebuah hadis disebutkan bahwa siapa pun yang didatangi pemberian tanpa ia memintanya atau mengisyaratkannya, lalu menolaknya, maka sejatinya ia telah menolak pemberian Allah.

Dari penjelasan tersebut, dipahami bahwa dalam kondisi normal, menerima pemberian yang halal lebih utama dibanding menolaknya, terutama dalam prinsip etika atau adab seperti demi menyenangkan pemberi. Penolakan tanpa alasan syar’i bukan hanya berpotensi menyakiti hati pemberi, tetapi juga bertentangan dengan keyakinan bahwa seluruh rezeki berasal dari Allah subhanahu wa ta’ala.

Sayyid Abdullah al-Haddad juga mengkritik sikap sebagian orang yang menolak pemberian demi menampilkan kezuhudan atau ketidaktertarikan pada hal duniawi. Menurutnya, sikap semacam ini justru mengandung keburukan karena dapat menimbulkan kekaguman orang awam terhadap praktik zuhud yang tidak tepat. Dalam kondisi seperti itu, sebagian ulama justru memilih menerima pemberian secara terbuka, lalu menyedekahkannya kembali secara diam-diam kepada fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan.

Meski demikian, Islam tidak mengajarkan penerimaan tanpa batas. Sayyid Abdullah al-Haddad menjelaskan sejumlah kondisi di mana menolak pemberian justru menjadi wajib atau dianjurkan. Pertama, apabila pemberian tersebut diketahui atau diduga kuat berasal dari barang haram, seperti hasil pencurian, korupsi, atau kezaliman, maka wajib menolaknya.

Kedua, jika pemberian tersebut berupa zakat, sementara penerimanya tidak termasuk golongan yang berhak menerima zakat, maka pemberian itu harus ditolak. Ketiga, jika pemberian berasal dari orang zalim yang terus-menerus berbuat kejahatan dan dikhawatirkan penerimaan hadiah akan membuat penerima bersikap lunak, tunduk, atau diam terhadap kezaliman tersebut.

Keempat, apabila ada kekhawatiran bahwa dengan menerima pemberian, si pemberi tidak lagi mau menerima nasihat atau kebenaran yang disampaikan kepadanya, maka penolakan dinilai lebih tepat. Kelima, jika pemberian itu dimaksudkan untuk menyeret penerima pada perbuatan maksiat atau kebatilan, seperti suap atau gratifikasi, maka menolaknya menjadi keharusan.

Dengan demikian, Islam menempatkan persoalan menerima atau menolak pemberian secara proporsional. Dalam keadaan biasa, menerima hadiah dianjurkan sebagai bentuk syukur dan penjagaan hubungan sosial. Namun ketika pemberian berpotensi haram, menjerumuskan pada kezaliman, atau melemahkan komitmen terhadap kebenaran, maka penolakan menjadi pilihan yang wajib ditempuh. (*)

KEYWORD :

Hukum Menerima Pemberian Adab Menolak Pemberian Info Keislaman




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :