Logo KPK
Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut tingginya biaya politik di Indonesia menjadi akar terjadi tindak pidana korupsi oleh kepala daerah terpilih. Biaya yang besar menjadi beban bagi kepala daerah untuk mengembalikan modal kampanye.
Hal itu merujuk pada kasus Bupati Lampung Ardito Wijaya yang menerima suap sebesarbRp5,75 miliar. Dia menggunakan uang suap sebesar Rp5,25 miliar untuk melunasi biaya kampanye tahun 2024 ke bank.
"Uang-uang hasil tindak pidana korupsi tidak hanya untuk operasional kebutuhan Iupati, saudara AW, tapi juga sebagian untuk menutup pembiayaan kampanye tahun 2024. Bahkan nilainya lebih dari 5 miliar. Ini nilai yang sangat besar tentunya," kata Juri Bicara KPK, Budi Prasetyo dalam keterangannya, Senin, 15 Desember 2025.
Budi menyayangkan cara yang ditempuh Ardito Wijaya dengan melakukan korupsi. Fakta itu juga memperkuat hipotesis dalam kajian tata kelola partai politik yang sedang dilakukan KPK.
Di mana, proses politik di Indonesia dibebani biaya yang sangat tinggi, baik dalam tahapan pemilihan, operasional partai politik, hingga untuk pendanaan berbagai kegiatan seperti kongres atau musyawarah partai. Kondisi itu terjadi hampir di semua partai politik.
Selain itu, tidak akuntabel dan transparansinya laporan keuangan partai politik membuat ketidakmampuan dalam mencegah adanya aliran uang yang tidak sah kepada partai politik.
"KPK mendorong pentingnya standarisasi dan sistem pelaporan keuangan partai politik agar mampu mencegah adanya aliran uang yang tidak sah," tutur dia.
Budi menuturkan permasalahan mendasar lainnya adalah lemahnya integrasi rekrutmen dengan kaderisasi yang memicu mahar politik, tingginya kader yang berpindah-pindah antar-partai politik, serta kandidasi hanya berdasarkan kekuatan finansial dan popularitas.
KPK melalui Direktorat Monitoring disebut masih dalam proses melengkapi kajian dimaksud.
"Dan nantinya akan menyampaikan rekomendasi perbaikan kepada para pemangku kepentingan terkait sebagai upaya pencegahan korupsi," pungkas Budi
KPK menetepakn Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya dan empat orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap sejumlah proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah.
Empat tersangka lainnya yakni Anggota DPRD Lampung Tengah, Riki Hendra Saputra; adik Ardito bernama Ranu Hendra Saputra; Plt. Kepala Badan Pendapatan Daerah Lampung Tengah sekaligus kerabat dekat bupati, Anton Wibowo; dan pihak swasta Direktur PT Elkaka Mandiri, Mohamad Lukman Sjamsuri.
KPK menyebut Ardito mematok fee sebesar 15 sampai 20 persen dari sejumlah proyek di Pemkab Lampung Tengah. Total suap yang diterima Ardito sebesar Rp5,75 miliar.
Uang itu diduga digunakan untuk dana operasional bupati sebesar Rp500 juta dan pelunasan pinjaman bank yang digunakan untuk kebutuhann kampanye di tahun 2024 sebesar Rp5,25 miliar.
Google News: http://bit.ly/4omUVRy
Terbaru: https://jurnas.com/redir.php?p=latest
Langganan : https://www.facebook.com/jurnasnews/subscribe/
Youtube: https://www.youtube.com/@jurnastv1825?sub_confirmation=1
Kasus Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya Korupsi Kepala Daerah Biaya Kampanye Mahal

























