Sabtu, 13/12/2025 23:41 WIB

Sering Makan Makanan Takeaway? Waspadai Dampak Kesehatannya





Sebuah studi mengungkap bahwa konsumsi takeaway yang tinggi berkaitan dengan meningkatnya peradangan dalam tubuh dan perubahan faktor risiko metabolik

Ilustrasi - makanan takeaway (Foto:Shutterstock)

Jakarta, Jurnas.com - Makanan takeaway memang praktis, lezat, dan terasa “menyelamatkan” di tengah gaya hidup serba cepat dan sibuk. Tapi bukti ilmiah terbaru menunjukkan ada harga kesehatan yang pelan-pelan harus dibayar jika kebiasaan ini terlalu sering dilakukan.

Sebuah studi yang terbit di jurnal Food Science & Nutrition mengungkap bahwa konsumsi takeaway yang tinggi berkaitan dengan meningkatnya peradangan dalam tubuh dan perubahan faktor risiko metabolik, dua hal yang berperan besar dalam penyakit jantung dan diabetes.

Penyakit jantung atau kardiovaskular masih menjadi penyebab kematian utama di dunia, bahkan trennya kini bergeser ke usia yang lebih muda. Salah satu pemicunya adalah pola makan modern, termasuk meningkatnya konsumsi makanan siap saji dan pesan-antar, terutama di kalangan dewasa muda dan paruh baya.

Makanan takeaway umumnya tinggi kalori, lemak jenuh, dan garam, tapi miskin serat, buah, dan sayur. Kombinasi ini membuatnya mengenyangkan sekaligus memicu risiko metabolik.

Peneliti menggunakan Dietary Inflammatory Index (DII), indikator yang menilai seberapa besar pola makan memicu peradangan dalam tubuh. Peradangan kronis tingkat rendah diketahui berperan dalam pembentukan plak pembuluh darah, resistensi insulin, hingga penyakit jantung.

Hasilnya, semakin sering seseorang makan takeaway, semakin tinggi skor peradangan dietnya, setelah disesuaikan dengan asupan energi total.Analisis ini menggunakan data 8.556 peserta survei kesehatan nasional AS (NHANES) periode 2009–2018.

Mereka yang mengonsumsi takeaway enam kali seminggu atau lebih menunjukkan penurunan kolesterol baik (HDL), kenaikan trigliserida, gula darah puasa dan insulin lebih tinggi, serta risiko resistensi insulin yang meningkat. Efek ini terlihat lebih kuat pada perempuan dan kelompok usia lanjut.

Menariknya, peningkatan risiko kematian tidak terlihat langsung pada kelompok dengan konsumsi takeaway tinggi. Namun, skor peradangan diet yang tinggi berhubungan dengan meningkatnya risiko kematian secara keseluruhan, termasuk akibat penyakit jantung.

Peneliti menekankan bahwa studi ini bersifat observasional, sehingga tidak membuktikan sebab-akibat secara mutlak. Namun polanya cukup konsisten untuk menjadi peringatan dini.

Pesannya bukan melarang total makanan takeaway, melainkan membatasi frekuensinya dan menurunkan potensi peradangan dari pola makan secara keseluruhan.

Beberapa langkah realistis yang disarankan antara lain mengurangi frekuensi konsumsi takeaway, memilih menu dengan lebih banyak sayur dan protein sederhana, mendorong label gizi yang lebih jelas di aplikasi pesan-antar, serta memperluas akses makanan sehat yang terjangkau.

Kesimpulannya, terlalu sering makan takeaway bisa mengubah metabolisme dan meningkatkan peradangan tanpa terasa. Mengurangi intensitasnya, berpotensi memberi dampak besar bagi kesehatan jantung dan metabolik dalam jangka panjang.

KEYWORD :

Makanan Takeaway Dampak Kesehatan Makanan Cepat Saji




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :