Ilustrasi - sayuran, makanan sehata serta ramah lingkungan (Foto: LIVINGONTHECHEAP)
Jakarta, Jurnas.com - Selama ini, pola makan sehat dan ramah lingkungan kerap dianggap mahal dan eksklusif. Namun riset global terbaru justru membantah anggapan tersebut. Studi dari Friedman School, Tufts University, menemukan bahwa makanan yang lebih terjangkau sering kali punya jejak karbon lebih rendah, dan tetap memenuhi kebutuhan gizi.
Temuan ini datang di saat krisis iklim dan ketahanan pangan sama-sama menekan sistem pangan global. Kabar baiknya, menjaga kesehatan dan bumi ternyata bisa berjalan beriringan tanpa menguras dompet.
Para peneliti menganalisis data konsumsi makanan di berbagai negara, menggabungkan harga lokal, ketersediaan pangan, serta emisi gas rumah kaca dari tiap jenis makanan. Dari sana, mereka menyusun beberapa skenario diet: paling sehat dan rendah emisi, paling murah dan sehat, hingga kombinasi realistis dari makanan yang umum dikonsumsi.
Hasilnya, dalam hampir semua kelompok pangan, pilihan yang lebih murah cenderung menghasilkan emisi lebih rendah.
Diet sehat berbasis makanan umum rata-rata menghasilkan emisi 5,38 pon CO₂ per orang per hari dengan biaya sekitar US$9,96. Sementara itu, diet yang dirancang khusus untuk menekan emisi hanya menghasilkan 1,48 pon CO₂ dengan biaya US$6,95. Bahkan diet sehat termurah hanya menelan biaya US$3,68 per hari dengan emisi 3,64 pon.
Makanan berharga rendah biasanya membutuhkan energi lebih sedikit dalam produksi, pemrosesan, dan distribusi. Rantai pasok yang lebih sederhana dan efisiensi produksi membuat jejak karbonnya ikut mengecil.
Pola ini berlaku luas, kecuali pada dua kelompok pangan: produk hewani dan sumber karbohidrat pokok.
Di kelompok pangan hewani, daging sapi adalah penyumbang emisi tertinggi. Sebaliknya, susu, telur, serta ikan kecil berlemak seperti sarden dan makarel menawarkan protein dengan biaya lebih rendah dan emisi jauh lebih kecil. Menggeser sumber protein ke pilihan ini bisa langsung menurunkan jejak karbon keluarga.
Untuk karbohidrat, beras sering jadi pilihan termurah. Namun sawah tergenang menghasilkan metana, gas rumah kaca yang kuat. Gandum dan jagung umumnya punya jejak karbon lebih rendah. Mengombinasikan atau sebagian mengganti konsumsi beras dengan gandum atau jagung bisa menekan emisi tanpa menaikkan biaya belanja.
Pesannya jelas dan praktis, di rak yang sama, pilihan yang lebih terjangkau biasanya juga lebih ramah lingkungan. Pengecualian hanya pada konsumsi ekstrem, terlalu bergantung pada beras murah atau produk hewani dengan emisi metana tinggi.
Dalam praktik sehari-hari, ini bisa berarti mengganti daging premium dengan telur atau susu, memilih ikan kecil ketimbang steak, memperbanyak kacang-kacangan, dan memvariasikan sumber karbohidrat.
Studi yang terbit di jurnal Nature Food ini menunjukkan bahwa diet sehat dan rendah emisi bukanlah kemewahan. Dengan perubahan kecil dan cerdas dalam memilih makanan, masyarakat bisa menghemat pengeluaran sekaligus berkontribusi pada penurunan emisi. (*)
Umber: Earth
Google News: http://bit.ly/4omUVRy
Terbaru: https://jurnas.com/redir.php?p=latest
Langganan : https://www.facebook.com/jurnasnews/subscribe/
Youtube: https://www.youtube.com/@jurnastv1825?sub_confirmation=1
Makanan Murah Makanan Sehat Ramah Lingkungan Ketahanan Pangan


























