Ilustrasi - orang sedang membaca buku (Foto: Pexels/Antoni Shkraba Studio)
Jakarta, Jurnas.com - Di era digital ketika perhatian kita direbut oleh notifikasi, hiburan instan, dan konten cepat, membaca buku tampak seperti aktivitas kuno yang tertinggal zaman.
Namun justru di tengah ledakan informasi itulah, membaca kembali ditemukan sebagai kebutuhan mental yang mendalam. Berbagai studi di bidang neuroscience menunjukkan bahwa membaca bukan sekadar aktivitas menikmati cerita, tetapi sebuah latihan kognitif yang memberi manfaat struktural bagi otak, emosi, hingga kesehatan mental jangka panjang.
Membaca mengajak otak bekerja dalam banyak lapisan sekaligus. Saat mata mengurai huruf menjadi makna, memori jangka pendek, daya analisis, dan kemampuan bahasa saling terhubung.
Ini berbeda dengan pola konsumsi informasi visual singkat di media sosial yang hanya merangsang sistem dopamin instan. Informasi dalam buku mengharuskan kita membangun konteks, menghubungkan ide, dan mengembangkan imajinasi. Itulah mengapa kebiasaan membaca terbukti mempertajam daya konsentrasi dan memperluas cara berpikir kritis.
Lebih dalam lagi, membaca memberi ruang bagi manusia mengenali dirinya. Buku fiksi menawarkan empati melalui perspektif karakter, sedangkan buku nonfiksi membukakan wawasan dan memberi kerangka memahami dunia.
Para ahli psikologi menyebut membaca sebagai terapi kognitif alami: ia meredakan stres, menstimulasi area otak yang terkait pengaturan emosi, dan menyediakan ruang jeda dari tekanan sehari-hari.
Menariknya, kebiasaan membaca juga berperan sebagai investasi kesehatan otak jangka panjang. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa aktivitas membaca rutin dapat memperlambat penurunan kemampuan kognitif dan menurunkan risiko demensia di usia lanjut.
Ini karena membaca menjaga sel-sel saraf tetap aktif melalui sinapsis baru yang terbentuk setiap kali otak memproses informasi, membuat jaringan neural lebih kokoh dan fleksibel.
Sementara itu, dalam dunia yang dipenuhi fragmentasi informasi, membaca memaksa otak untuk memusatkan perhatian penuh pada satu objek. Latihan mental ini mengembalikan kemampuan fokus mendalam—sebuah keterampilan langka di zaman multitasking digital. Maka tak mengherankan apabila banyak pemimpin bisnis, akademisi, hingga inovator dunia tetap memasukkan waktu membaca sebagai ritual harian yang tak tergantikan.
Dengan semua manfaat tersebut, membaca bukan hanya hobi, melainkan sebuah disiplin intelektual dan perawatan mental. Di balik halaman-halamannya, tersimpan ruang kontemplasi, perluasan makna, dan peluang memperbaiki kualitas hidup. Ketika dunia semakin bising, membaca adalah suaka hening yang justru membuat pikiran lebih terang dan terstruktur.
Karena itu, meski formatnya mungkin berubah—dari kertas hingga e-book—esensinya tetap sama: membaca adalah ritual yang menghidupkan manusia.
Google News: http://bit.ly/4omUVRy
Terbaru: https://jurnas.com/redir.php?p=latest
Langganan : https://www.facebook.com/jurnasnews/subscribe/
Youtube: https://www.youtube.com/@jurnastv1825?sub_confirmation=1
Membaca buku kesehatan otak manfaat membaca buku
















