Sabtu, 06/12/2025 02:08 WIB

Terminal Lucidity, Kejernihan Misterius Menjelang Ajal





Fenomena terminal lucidity semakin menarik perhatian dunia medis karena menghadirkan kejernihan mendadak pada pasien yang berada di ambang kematian

Ilustrasi - Pasien (Foto: Unsplash)

Jakarta, Jurnas.com - Fenomena terminal lucidity semakin menarik perhatian dunia medis karena menghadirkan kejernihan mendadak pada pasien yang berada di ambang kematian. Fenomena misterius ini pertama kali diperkenalkan oleh peneliti dan ahli biologi Jerman, Michael Nahm, yang mencatat pola kejernihan tersebut pada berbagai kasus.

Dikutip dari berbagai sumber, istilah ini berasal dari kata “lucidity” yang berarti kejernihan dan “terminal” yang merujuk pada fase terakhir kehidupan seseorang. Dengan pengertian itu, terminal lucidity dipahami sebagai kembalinya kejernihan pikiran secara tiba-tiba sesaat sebelum ajal menjemput.

Fenomena ini dianggap misterius atau membingungkan karena pasien yang sebelumnya tidak mampu berbicara, tidak responsif, atau mengalami kerusakan otak berat tiba-tiba bisa berkomunikasi dengan jelas. Situasi yang berlangsung singkat ini kerap menimbulkan keharuan mendalam bagi keluarga.

Sebagian orang menilai terminal lucidity sebagai anugerah terakhir yang diberikan oleh Sang Pencipta sehingga keluarga dapat menutup perjalanan emosional mereka dengan cara yang lebih damai. Namun, di sisi lain, para ahli melihatnya sebagai fenomena neurologis yang belum dapat dijelaskan secara ilmiah.

Hingga kini, belum ada penjelasan logis yang disepakati para peneliti mengenai mengapa kejernihan mendadak ini bisa terjadi. Meski demikian, sejumlah laporan menunjukkan bahwa fenomena ini memang muncul pada pasien yang sudah lama berjuang melawan penyakit berat.

Sebuah penelitian mencatat bahwa terminal lucidity dapat berlangsung mulai dari beberapa menit hingga berhari-hari, meskipun durasi tidak selalu menentukan kualitas komunikasi yang terjalin. Bahkan dalam waktu sangat singkat, pasien biasanya dapat mengucapkan hal yang bermakna dan mudah dipahami.

Fenomena ini paling banyak muncul pada pasien yang mengalami gangguan otak, gangguan saraf, atau gangguan kejiwaan yang berlangsung kronis dan parah. Dalam kondisi tersebut, pasien biasanya sudah kehilangan kemampuan mengenali orang, berbicara jelas, atau beraktivitas secara normal.

Beberapa penyakit yang sering dikaitkan dengan terminal lucidity meliputi abses otak, tumor otak, stroke, meningitis, demensia, Alzheimer, hingga skizofrenia. Kondisi inilah yang memunculkan pertanyaan besar karena kerusakan otak yang parah secara logika tidak memungkinkan pemulihan mendadak.

Para ahli terus mempertanyakan bagaimana otak yang sudah rusak berat bisa mengaktifkan kembali fungsi kognitifnya pada detik-detik terakhir kehidupan. Pertanyaan ini semakin besar karena tidak semua pasien dengan kondisi serupa mengalami fenomena ini.

Walaupun berbagai teori diajukan, seperti adanya lonjakan aktivitas saraf menjelang kematian atau perubahan kimiawi otak, belum ada penjelasan yang benar-benar meyakinkan. Karena itu, terminal lucidity masih berada dalam wilayah misteri yang memadukan aspek biologis, spiritual, dan emosional.

Para peneliti kini berupaya mendokumentasikan fenomena ini dengan lebih sistematis untuk memahami mekanismenya secara ilmiah. Namun satu kesimpulan yang mulai diakui adalah bahwa tidak semua pasien dengan gangguan otak atau kejiwaan parah akan mengalami terminal lucidity di akhir hidupnya.

Fenomena ini akhirnya menjadi pengingat bahwa otak manusia masih menyimpan banyak rahasia yang belum terpecahkan, terutama dalam menghadapi batas antara hidup dan mati. Melalui sejumlah penelitian yang terus berkembang, dunia medis berharap dapat menemukan jawaban yang lebih jelas di masa mendatang. (*)

 
KEYWORD :

Terminal Lucidity Kejernihan Mendadak Kejernihan Misterius Menjelang Ajal




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :