Ilustrasi mi instan (Foto: Pexels/Alena Shekhovtcova)
Jakarta, Jurnas.com - Mie instan dan mie basah menjadi dua jenis hidangan yang sama-sama digemari banyak orang. Keduanya menawarkan kenyamanan dan rasa yang mudah diterima oleh berbagai kalangan. Namun, pertanyaan yang sering muncul adalah apakah risiko kesehatan dari kedua jenis mie ini sebenarnya sama.
Mie instan diproduksi melalui proses panjang yang melibatkan pengeringan, penggorengan, dan penambahan berbagai bahan tambahan pangan. Tujuannya agar mie dapat bertahan lama tanpa bahan alami yang mudah rusak. Akibatnya, mie instan memiliki kandungan natrium, lemak, dan bahan aditif yang lebih tinggi dibandingkan mie segar.
Tingginya kadar garam dalam mie instan menjadi perhatian utama. Dalam satu porsi, kandungan natriumnya bisa mencapai lebih dari separuh kebutuhan harian. Bagi penderita hipertensi atau yang sensitif terhadap garam, konsumsi mie instan terlalu sering dapat memperburuk kondisi kesehatan.
Selain garam, bumbu instan juga mengandung lemak jenuh dan perisa yang membuatnya lebih padat kalori. Jika dikonsumsi terlalu sering, risiko gangguan metabolisme dapat meningkat. Mie instan sendiri sebenarnya relatif aman, tetapi frekuensi konsumsi yang berlebihanlah yang menimbulkan masalah.
Berbeda dengan mie instan, mie basah seperti mie ayam dibuat dari bahan-bahan sederhana seperti tepung terigu, air, telur, dan sedikit minyak. Proses pembuatannya lebih natural dan biasanya tidak mengandung pengawet sintetis. Karena tidak melalui proses pengeringan atau penggorengan, komposisinya cenderung lebih murni.
Namun, ini bukan berarti mie basah sepenuhnya bebas risiko. Karena kadar airnya tinggi, mie jenis ini lebih mudah terkontaminasi bakteri jika tidak disimpan dengan benar. Faktor kebersihan dapur dan cara pengolahan memegang peranan penting dalam kualitas akhir mie.
Mie basah juga sering disajikan dengan topping ayam, minyak, atau pangsit goreng. Jika minyak goreng dipakai berulang dan topping terlalu berminyak, kandungan lemak trans bisa meningkat. Artinya, risiko bukan hanya dari mie-nya, tetapi juga dari bahan pendampingnya.
Jika dibandingkan, mie basah jelas memiliki kandungan natrium lebih rendah daripada mie instan. Meski demikian, beberapa pedagang menggunakan bumbu tambahan yang rasanya cukup kuat untuk memperkaya rasa. Konsumen tetap perlu bijak dalam memilih pedagang yang menggunakan bumbu dan minyak segar.
Salah satu keunggulan mie basah adalah kandungan protein yang lebih tinggi berkat tambahan ayam dan telur. Protein membantu memberikan rasa kenyang lebih lama, sehingga mie basah biasanya lebih mengenyangkan daripada mi instan. Ini membuatnya lebih cocok sebagai makanan utama.
Namun, mie instan tetap unggul dalam hal kepraktisan. Tinggal seduh dan siap disantap membuatnya menjadi pilihan cepat ketika seseorang tidak punya waktu memasak. Karena alasan inilah mie instan sangat populer, meskipun nilai nutrisinya tidak setinggi mie segar.
Jika dikelola dengan bijak, kedua jenis mie ini tetap aman dikonsumsi. Kuncinya adalah frekuensi dan porsi makan. Menambahkan sayuran seperti sawi, bayam, atau brokoli dapat meningkatkan nilai nutrisi keduanya.
Google News: http://bit.ly/4omUVRy
Terbaru: https://jurnas.com/redir.php?p=latest
Langganan : https://www.facebook.com/jurnasnews/subscribe/
Youtube: https://www.youtube.com/@jurnastv1825?sub_confirmation=1
bahaya mie instan mie basah vs mie instan risiko mie ayam























