Kayu gelondongan di tengah banjir Sumatra (Foto: Antara Foto)
Jakarta, Jurnas.com - Munculnya kayu gelondongan dalam bencana banjir dan tanah longsor di Tapanuli Selatan dan Tapanuli Tengah, Sumatra Utara, menjadi buah bibir publik. Banyak yang menilai ini bukti maraknya aktivitas perusakan lingkungan yang terjadi di Pegunungan Bukit Barisan.
Namun, pakar Kebijakan Hutan IPB University, Prof. Dodik Ridho Nurochmat, menilai kayu-kayu besar dan kecil yang tampak berserakan di lokasi bencana tidak berasal dari satu penyebab tunggal.
Berdasarkan informasi visual yang beredar di media sosial dan televisi, ia menilai kayu tersebut kemungkinan berasal dari campuran penebangan, pohon tumbang, serta sisa land clearing yang tidak dibersihkan.
"Bisa dari penebangan lama atau pembersihan lahan yang tidak tuntas. Jika terbawa arus air, kayu itu akan mengambang. Namun bisa juga dari penebangan kayu yang baru. Untuk itu harus ada investigasi," ujar Prof. Dodik dilansir dari laman IPB University pada Rabu (3/12).
Dia belum dapat memastikan apakah kayu tersebut seluruhnya merupakan kayu gelondongan baru atau kayu lama yang terseret arus. Debit air besar saat longsor, menurut dia, memungkinkan pohon tumbang ikut hanyut sehingga menambah campuran material kayu di lokasi.
Prof. Dodik juga menjelaskan perbedaan kayu hasil pembalakan dengan kayu tumbang alami. Kata dia, kayu hasil tebangan pasti memiliki bekas gergaji yang jelas. Sementara kayu yang tumbang alami tidak menunjukkan pola potongan yang rapi. Namun, dia menilai sulit melakukan identifikasi detail hanya dari video atau foto.
"Dari gambar terlihat potongan kayu berukuran kecil dan besar. Tapi tidak bisa dilihat secara detail apakah potongannya rapi atau akibat tumbang alami," ujar dia. Prof. Dodik menekankan perlunya pembenahan tata kelola lingkungan agar kejadian serupa dapat dicegah.
Terkait penyebab longsor, Prof Dodik menyebut kejadian tersebut merupakan kombinasi faktor alam dan faktor manusia. Dia menyoroti pentingnya kepatuhan terhadap regulasi seperti AMDAL, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, serta penegakan hukum yang tidak hanya fokus pada denda, tetapi juga pemulihan lingkungan.
Menyinggung data deforestasi di Sumatra bagian utara, Prof Dodik menjelaskan bahwa kehilangan tutupan hutan (forest loss) mencakup degradasi, sementara deforestasi memiliki batasan hukum tersendiri.
"Di Indonesia, batasnya 30 persen. Jika kurang dari itu, terjadi deforestasi," dia menambahkan.
Google News: http://bit.ly/4omUVRy
Terbaru: https://jurnas.com/redir.php?p=latest
Langganan : https://www.facebook.com/jurnasnews/subscribe/
Youtube: https://www.youtube.com/@jurnastv1825?sub_confirmation=1
Bencana Sumatra Pakar IPB University Prof Dodik Ridho Nurochmat Kayu Gelondongan
























