Selasa, 02/12/2025 13:09 WIB

Teori Baru: Kesadaran Bukan Produk Otak, Melainkan Fondasi Alam Semesta





Teori sains mainstream biasanya menempatkan materi sebagai fondasi realitas, lalu menganggap kesadaran muncul belakangan ketika otak menjadi cukup kompleks

Ilustrasi - Teori Baru Sebut Kesadaran Bukan Produk Otak, Melainkan Fondasi Alam Semesta (Foto: Earth)

Jakarta, Jurnas.com - Teori sains mainstream biasanya menempatkan materi sebagai fondasi realitas, lalu menganggap kesadaran muncul belakangan ketika otak menjadi cukup kompleks. Namun ada studi yang menawarkan teori baru, menantang urutan itu dengan menyatakan bahwa justru kesadaranlah yang menjadi dasar dari ruang, waktu, dan materi.

Gagasan atau teori radikal ini dikemukakan Profesor Maria Strømme dari Uppsala University, yang memandang kesadaran sebagai medan universal yang mengalir di seluruh alam semesta. Melalui kerangka itu, ia menggeser pertanyaan klasik “bagaimana otak menghasilkan kesadaran?” menjadi “bagaimana alam semesta yang sadar menghasilkan otak?”.

Dalam penjelasannya, fisika kuantum menjadi jembatan yang memungkinkan materi dipahami sebagai pola-pola teratur dalam medan kesadaran yang lebih dalam. Dengan cara inilah elektron, planet, hingga jaringan saraf dianggap bukan penyebab munculnya pengalaman subjektif, melainkan bentuk-bentuk yang tumbuh dari ladang kesadaran itu sendiri.

Untuk memberi struktur teoretis, Strømme mengadaptasi kerangka “Three Principles” dari ranah psikologi dan menerjemahkannya ke bahasa fisika. Ketiga konsep itu; universal mind, universal consciousness, dan universal thought, dipakai sebagai komponen matematis yang membentuk dinamika dasar pengalaman.

Kerangka tersebut selanjutnya menempatkan kesadaran sebagai kapasitas paling awal sebelum realitas apa pun muncul, sementara proses berpikir dipandang sebagai mekanisme yang membentuk pengalaman spesifik. Dengan demikian, teori ini mendekati gagasan panpsikisme namun tetap dibangun dengan disiplin formal ala fisika medan.

Pandangan itu lalu berkembang ketika Strømme menelusuri tahap terdalam alam semesta, sebelum waktu dan ruang terbentuk. Ia menggambarkan fase awal sebagai kesadaran tak berdiferensiasi yang kemudian mengalami fluktuasi dan “symmetry breaking” sehingga menghasilkan struktur kosmik pertama.

Melalui pendekatan tersebut, perbedaan antara pengamat dan yang diamati muncul bersamaan dengan kelahiran ruang dan waktu, seolah keduanya tumbuh dari kesadaran yang sama. Maka hubungan antara pengalaman subjektif dan bentuk fisik tidak lagi dipisahkan, melainkan dianggap bercabang dari satu sumber.

Implikasinya bagi manusia cukup besar karena kesadaran individual dipandang sebagai pola lokal dalam medan universal, bukan entitas yang benar-benar terpisah. Oleh karena itu, rasa keterpisahan yang kita rasakan sehari-hari dianggap hanya sebagai tampilan permukaan yang dibentuk oleh otak sebagai antarmuka.

Model ini juga bersinggungan dengan gagasan non-dualistik, meski Strømme menekankan bahwa teorinya tidak dimaksudkan mendukung doktrin spiritual tertentu. Ia justru berupaya menjelaskan intuisi lama tentang kesadaran semesta dengan bahasa ilmiah yang dapat diuji.

Karena itu, ia turut membahas fenomena kontroversial seperti telepati atau pengalaman mendekati kematian bukan sebagai kepastian, melainkan sebagai pertanyaan fisika tentang kemungkinan mekanisme yang memfasilitasinya. Dalam alam semesta yang dibangun dari kesadaran, informasi mungkin dapat bergerak dengan cara yang tidak dibatasi ruang-waktu biasa.

Dalam konteks ini, kematian dipahami sebagai hilangnya pola terorganisasi yang kita sebut “diri”, sementara medan kesadaran itu sendiri tetap berlanjut. Meski begitu, Strømme tidak mengklaim adanya kehidupan setelah mati dan hanya menggambarkan bagaimana teori kuantum dapat memodelkan kembali pengalaman menuju keadaan yang lebih menyatu.

Namun pertanyaan utama akhirnya kembali pada kelayakan ilmiahnya, sebab fisika modern sendiri mulai mempertanyakan apakah ruang-waktu benar-benar fundamental atau sekadar turunan dari struktur yang lebih dasar. Strømme menempatkan kesadaran sebagai struktur terdalam itu dan menawarkan gagasan eksperimental untuk mendeteksi korelasi antara keadaan mental dan sistem fisik.

Gagasannya tentu masih jauh dari konsensus ilmiah karena menuntut bukti yang sangat kuat sebelum diterima sebagai pengganti pandangan materialis. Meskipun begitu, ia membuka ruang diskusi baru dengan menggunakan bahasa fisika yang sama dengan yang dipakai untuk menjelaskan partikel dan medan.

Demikian, apakah alam semesta benar-benar berakar pada kesadaran masih menjadi pertanyaan terbuka yang menunggu pengujian panjang. Namun teori ini setidaknya menggeser cara kita memandang hubungan antara pikiran dan realitas, sekaligus mengundang penelitian baru di batas antara kosmologi dan filsafat. (*)

Studi lengkapnya telah diterbitkan di AIP Advances. Sumber: Earth

KEYWORD :

Teori kesadaran Alam semesta Kesadaran fundamental Maria Strømme Fondasi alam semesta




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :