Kamis, 27/11/2025 19:14 WIB

Sederet Bencana Banjir dan Longsor di Provinsi Sumatra





Dalam beberapa hari terakhir, pulau Sumatra kembali dilanda sederet bencana alam, seperti hujan deras, banjir bandang, dan longsor melanda berbagai provinsi sec

Banjir yang merendam pemukiman warga di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatra Utara, Selasa (25/11). (Foto: BPBD Kabupaten Tapanuli Utara)

Jakarta, Jurnas.com - Dalam beberapa hari terakhir, pulau Sumatra kembali dilanda sederet bencana alam, seperti hujan deras, banjir bandang, dan longsor melanda berbagai provinsi secara silih berganti. Titik terdampak tersebar di beberapa provinsi, termasuk Sumatera Barat (Sumbar) dan Sumatera Utara (Sumut).

Di Sumbar misalnya, bencana hidrometeorologi, yakni meliputi banjir, tanah longsor, dan pohon tumbang, telah meluas hingga ke 13 kabupaten/kota. Di Kota Padang sendiri tercatat 27.433 jiwa terdampak banjir.

Sementara itu, di Sumut kondisi bencana lebih kompleks: gabungan antara banjir, longsor, dan banjir bandang melanda banyak wilayah—termasuk daerah pegunungan dan pesisir. Kalau kita bandingkan antara Sumbar dan Sumut, beberapa variabel menunjuk pada betapa berat skala bencana di masing-masing daerah, tetapi dalam aspek berbeda pula.

Di Sumbar, terutama di Padang dan sejumlah kabupaten seperti Agam dan Pasaman Barat, banjir dan longsor menyebabkan kerusakan rumah, fasilitas publik, hingga infrastruktur jalan dan pertanian.

Banyak rumah rusak, lahan pertanian terdampak, serta sekolah dan fasilitas umum harus ditutup. Pemerintah daerah telah menetapkan status tanggap darurat provinsi selama 14 hari sebagai respons terhadap kondisi darurat ini.

Kondisi ini menunjukkan bahwa dampak di Sumbar sangat menyentuh kehidupan masyarakat sehari-hari: dari hunian, pekerjaan (pertanian), hingga layanan pendidikan.

Di Sumut, selain banjir, longsor dan banjir bandang terulang di banyak titik, dengan korban jiwa dan kerusakan parah. Misalnya, di beberapa kabupaten seperti Tapanuli Selatan dilaporkan ada korban meninggal dan ratusan warga terpaksa mengungsi.

Bahkan akses jalan perbatasan beberapa kabupaten terputus akibat banjir di kawasan pegunungan dan pesisir. Di kota pesisir seperti Sibolga dan kawasan Tapanuli, banjir dan longsor terjadi bersamaan, menggambarkan kompleksitas bencana: air, tanah longsor, dan kerusakan infrastruktur.

Kalau diukur berdasarkan korban jiwa, pengungsi, dan dampak jangka panjang, Sumut bisa dikategorikan sebagai titik krisis paling parah. Puluhan orang tewas, ratusan luka-luka, puluhan ribu orang mengungsi, serta banyak infrastruktur rusak.

Di sisi lain, Sumbar menghadapi tingkat kerusakan permukiman dan ekosistem sosial yang juga besar, karena lebih banyak rumah, fasilitas umum, dan layanan dasar terganggu.

Dengan demikian, paling parah tidak bisa ditentukan hanya dari satu variabel, kawasan berbeda mengalami jenis dampak yang berbeda pula.

Sumbar menanggung beban kerusakan fisik dan ekonomi rumah tangga luas; sedangkan Sumut menghadapi korban manusia, penyelamatan darurat, dan krisis kemanusiaan yang tinggi.

Para ahli menyebut bahwa hujan ekstrem, volume curah hujan tinggi, dan kondisi geografis, pegunungan, dataran rendah, aliran sungai dan pesisir, berkontribusi besar. Di Sumut, kombinasi curah hujan tinggi dan topografi membuat longsor dan banjir bandang lebih mudah terjadi.

Sementara di Sumbar, hujan deras dalam durasi panjang menyebabkan banjir meluas dan sungai meluap, hingga merendam permukiman padat. Dampaknya diperparah oleh sistem drainase dan infrastruktur lama yang tidak siap menghadapi curah hujan ekstrem seperti ini.

Menilai mana yang paling parah bukan soal statistik semata, melainkan melihat kondisi nyata di lapangan: jumlah korban, luas dampak, kerusakan, dan kesulitan pemulihan.

Baik di Sumatera Barat maupun Sumatera Utara dan puluhan wilayah terdampak lain di pulau, masyarakat kini menghadapi cobaan berat, dari kehilangan rumah, trauma sosial, hingga krisis kemanusiaan.

Bencana ini menjadi peringatan bahwa mitigasi, kesiagaan, dan manajemen risiko harus terus ditingkatkan. Data, pemetaan, dan respons cepat menjadi kunci agar korban lebih sedikit dan pemulihan lebih cepat.

KEYWORD :

Bencana alam Sumatra Banjir Sejarah bencana Sumatera




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :