Ilustrasi - Grojogan Sewu (air terjun seribu), salah satu destinasi wisata populer di kawasan Gunung Lawu (Foto: Pesona Karanganyar)
Jakarta, Jurnas.com - Para ilmuwan akhirnya mengurai misteri lama soal dari mana asal usul air yang tetap mengalir di puncak-puncak gunung. Jawabannya, ternyata tak sesederhana apa yang dikira. Temuan ini bisa mengubah cara kita memprediksi ketersediaan air di tengah perubahan iklim yang makin ekstrem.
Aliran kecil di puncak gunung nampak sederhana, namun justru aliran inilah yang menjadi sumber awal sebagian besar sungai besar di kawasan pegunungan, seperti Pegunungan Rocky. Mereka menghidupi kota-kota di hilir, menjaga ekosistem tetap stabil, dan menopang ikan, serangga, hingga vegetasi.
Ironisnya, aliran-aliran penting ini jarang diamati. Sehingga, pergerakan air di dalamnya masih belum sepenuhnya dipahami. Situasi ini semakin penting diperhatikan karena pada musim panas sebagian besar hujan menguap sebelum mencapai sungai.
Untuk itulah tim peneliti yang dipimpin Lijing Wang dari University of Connecticut menelusuri bagaimana air disimpan dan dilepaskan dari bawah permukaan tanah, khususnya di puncak, pegunungan.
“Kami tahu air itu berasal dari sumber tersembunyi, yaitu bawah permukaan,” kata Wang seperti dikutip Earth, Selasa (25/11). “Namun bagaimana air bawah permukaan itu disimpan dan dilepaskan? Sifat apa yang penting untuk menjaga ketersediaan air di aliran hulu pada akhir musim?”
Dengan memanfaatkan data langka dari Lawrence Berkeley National Laboratory, tim membangun model hidrologi yang disesuaikan dengan kondisi lapangan.
Hasilnya, di antaranya menunjukkan bahwa area berhutan evergreen membuat salju mencair satu hingga dua minggu lebih lambat dibandingkan vegetasi lain. Penundaan ini sekaligus memperlambat pelepasan air, sehingga aliran tidak langsung melonjak pada musim semi.
Temuan lain menunjukkan adanya puncak kedua pada muka air tanah di akhir musim. Fenomena ini dijelaskan oleh struktur batuan granodiorit dan Mancos shale yang menahan air seperti bak mandi hingga akhirnya meluap ke bawah lereng.
Kondisi ini menekankan bahwa permeabilitas tanah menentukan seberapa banyak air dapat mengalir ke sungai pada akhir musim. Jika permeabilitas rendah, aliran musim kemarau dapat menurun meski air bawah tanah masih tersimpan.
Pemahaman baru ini membantu meningkatkan akurasi prediksi ketersediaan air di tengah perubahan iklim. Hal ini penting karena wilayah seperti di barat AS tengah menghadapi penurunan debit sungai dan peningkatan suhu air.
Wang kini mengembangkan model yang dapat diterapkan di daerah tanpa pemantauan intensif serta mengeksplorasi penggunaan AI untuk menekan biaya simulasi. Langkah ini dibutuhkan karena ribuan aliran hulu di AS tidak bisa dipantau satu per satu.
Penelitian lengkap tim ini telah diterbitkan dalam Water Resources Research dan menjadi landasan penting bagi pengelolaan sumber air masa depan.
Google News: http://bit.ly/4omUVRy
Terbaru: https://jurnas.com/redir.php?p=latest
Langganan : https://www.facebook.com/jurnasnews/subscribe/
Youtube: https://www.youtube.com/@jurnastv1825?sub_confirmation=1
Aliran Air Puncak Gunung Sumber Air Air Pegunungan Perubahan Iklim



























