Ilustrasi Hukum
Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Halida Rahardhini tidak menerima permohonan praperadilan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP) Paulus Tannos alias Tjhin Thian Po.
Biro Hukum KPK menuturkan Paulus Tannos masih masuk ke dalam daftar pencarian orang (DPO). Di mana, berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2018, seorang yang buron dilarang mengajukan praperadilan.
Apabila permohonan praperadilan tetap diajukan melalui keluarga atau kuasa hukum, maka hakim menjatuhkan putusan yang menyatakan permohonan praperadilan tidak dapat diterima.
"Bahwa pemohon ini statusnya masih dalam status daftar pencarian orang (DPO) dan juga red notice. Jadi, sampai saat ini statusnya masih DPO dan berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2018 ada larangan pengajuan praperadilan bagi tersangka yang melarikan diri atau sedang dalam status pencarian orang," terang Biro Hukum KPK dalam sidang perdana praperadilan pada Senin, 24 November 2025.
Hakim tidak ingin buru-buru mengakomodasi keinginan Biro Hukum KPK. Hakim meminta agar penjelasan Biro Hukum KPK tersebut dimasukkan ke dalam jawaban saja dan para pihak menjalankan persidangan sesuai dengan hukum acara.
Dalam permohonannya, kuasa hukum Tannos meminta hakim untuk menyatakan Surat Perintah Penangkapan Nomor: Sprin.Kap/08/DIK.01.02/01/11/2024 tertanggal 26 November 2024 adalah tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum
Kuasa hukum Tannos, Damian Agata Yuvens, menyatakan objek praperadilan yakni Sprin.Kap/08/DIK.01.02/01/11/2024 tertanggal 26 November 2024 tidak ditandatangani oleh penyidik. Damian bilang Sprinkap tersebut hanya ditandatangani oleh Nurul Ghufron yang ketika itu merupakan Wakil Ketua KPK.
Tersangka Paulus Tannos Ajukan Praperadilan
Damian menerangkan hal tersebut melanggar ketentuan Pasal 16 ayat 2 juncto Pasal 1 angka 20 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Damian menambahkan objek Praperadilan juga tidak mencantumkan identitas kliennya secara lengkap dan benar sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 18 ayat 1 KUHAP.
Dia mengatakan kebangsaan Tannos tidak disebutkan secara lengkap dan benar. Bagian identitas objek Praperadilan hanya menulis kebangsaan Tannos sebagai warga Indonesia, sementara sejak tahun 2019 Tannos juga telah menjadi warga negara lain.
"Kebangsaan yang ditulis di bagian identitas objek praperadilan ini adalah tidak lengkap dan keliru karena pemohon telah menjadi warga negara Guinea-Bissau sejak tahun 2019-yang mana hal ini telah diberitahukan oleh pemerintah Guinea-Bissau kepada pemerintah Indonesia pada tanggal 5 September 2019," ungkap dia.
Google News: http://bit.ly/4omUVRy
Terbaru: https://jurnas.com/redir.php?p=latest
Langganan : https://www.facebook.com/jurnasnews/subscribe/
Youtube: https://www.youtube.com/@jurnastv1825?sub_confirmation=1
Praperadilan Paulus Tannos Korupsi eKTP Pengadilan Negeri Jakarta Selatan



























