Ilustrasi - Rasulullah SAW saat bersama kedua cucunya, Hasan dan Husain (Foto: Tribunnews)
Jakarta, Jurnas.com - Kasih sayang Nabi Muhammad SAW kepada anak dan cucunya tercatat kuat dalam berbagai riwayat yang menggambarkan kelembutan beliau. Kisah-kisah itu tidak hanya menunjukkan sisi pribadi seorang Rasulullah SAW, tetapi juga nilai pendidikan keluarga hingga keislaman.
Diriwayatkan, suatu hari Rasulullah SAW pernah bertanya kepada seorang Badui apakah ia mencium sering anak-anaknya. Pertanyaan sederhana itu berubah menjadi peringatan penting ketika lelaki itu mengaku tak pernah mencium sepuluh anaknya sekalipun.
Rasulullah SAW kemudian menegurnya dengan mengatakan bahwa Allah bakal mencabut rahmat dari hatinya. Teguran tersebut mengingatkan bahwa kasih sayang kepada anak bukan sekadar kebiasaan, tetapi bagian dari rahmat dan iman.
Keteladanan itu juga dikisahkan dalam kesaksian Ummu Salamah RA yang menyaksikan momen hangat antara Rasulullah SAW dan keluarganya. Ketika Ali bin Abi Thalib, Sayyidah Fatimah Azzahra, Al-Hasan, dan Al-Husain memasuki ruangan, Rasulullah SAW menyambut mereka dengan penuh keakraban dan kehangatan.
Beliau mengangkat Al-Hasan dan Al-Husain yang masih kecil lalu meletakkan keduanya di pangkuan sambil menciumnya dengan kasih yang tulus. Sikap itu memperlihatkan perhatian mendalam beliau terhadap tumbuh kembang emosional anak sejak usia dini.
Adab Makan dan Minum dalam Ajaran Islam
Rasulullah SAW kemudian memeluk Ali dan Fatimah di kedua sisi tubuhnya sambil mencium mereka. Setelah itu, beliau menyelimuti seluruh keluarganya dengan kain hitam dan berdoa agar mereka dijauhkan dari api neraka.
Dalam riwayat lain, dikisahkan Rasulullah SAW sering mencium bibir Al-Hasan dan menciun bibir Al-Husain. Namun kasih sayang itu tak jarang menimbulkan pertanyaan yang kemudian membuka tirai makna yang lebih dalam.
Dikisahkan bahwa suatu hari Husain kecil datang kepada ibunya, Sayyidah Fatimah, sambil menangis dan mengadukan isi hatinya. Ia merasa kakeknya lebih mencintai Hasan karena Nabi Muhammad SAW sering mencium bibir Hasan, sementara dirinya dicium pada leher.
Sayyidah Fatimah membawa keluhan itu kepada Rasulullah SAW, dan beliau mendengarkannya dengan tatapan panjang yang penuh makna. Namun sebelum menjawab, Rasulullah SAW memandangi Hasan dan Husain seakan memikul sesuatu yang berat di dadanya.
Rasulullah SAW kemudian berkata bahwa beliau mencium bibir Hasan karena suatu hari cucunya itu akan wafat akibat racun yang merusak tubuhnya dari dalam. Menurut riwayat tersebut, seluruh perut Hasan disebutkan akan terdorong keluar melalui mulutnya, dan ciuman Nabi menjadi simbol kasih sayang sekaligus isyarat akan musibah itu.
Ketika beralih kepada Husain, Rasulullah SAW tampak terdiam begitu lama hingga akhirnya pingsan karena beratnya perasaan yang beliau rasakan. Setelah sadar, beliau memeluk cucunya itu sambil menangis, dan dadanya berguncang menahan duka.
Beliau lalu berkata bahwa ciumannya di leher Husain bukanlah tanpa alasan, karena Husain kelak akan syahid dengan leher yang terputus. Ciuman itu menjadi tanda cinta yang mengandung kabar pilu tentang tragedi Karbala yang kemudian tercatat dalam sejarah Islam.
Kisah ini hidup dalam tradisi dan literatur keislaman sebagai gambaran betapa dalam kasih Rasulullah SAW kepada cucu-cucunya. Walau sebagian riwayat tentang detail musibah ini dinilai lemah oleh sebagian ulama hadis, makna emosional dan historisnya tetap menjadi bahan renungan bagi umat hingga kini.
Dengan demikian, ciuman Nabi Muhammad SAW kepada Hasan dan Husain bukan sekadar ekspresi kasih, tetapi juga simbol duka yang hanya diketahui beliau sebelum peristiwa itu benar-benar terjadi. (*)
Wallahu`alam
Google News: http://bit.ly/4omUVRy
Terbaru: https://jurnas.com/redir.php?p=latest
Langganan : https://www.facebook.com/jurnasnews/subscribe/
Youtube: https://www.youtube.com/@jurnastv1825?sub_confirmation=1
Info Keislaman Kisah Inspiratif Rasulullah SAW


























