Ilustrasi scan paru-paru (Foto: iStockphoto/Chinnapong)
Jakarta, Jurnas.com - Penggunaan rokok elektrik atau vape dewasa ini kian membanjiri pergaulan anak muda. Namun, di balik itu, ada penyakit berbahaya mengintai, yang disebut ilmuwan dengan istilah `popcorn lung`.
Istilah mungkin terdengar unik, tetapi kondisi ini sebenarnya adalah penyakit serius bernama bronchiolitis obliterans. Penyakit ini menyebabkan jaringan paru mengalami peradangan dan penyempitan saluran kecil. Jika dibiarkan, dapat mengganggu pernapasan secara permanen.
Nama popcorn lung muncul karena kasus pertama ditemukan pada pekerja pabrik popcorn yang menghirup uap perasa sintetis bernama diacetyl. Senyawa tersebut digunakan untuk memberikan aroma mentega pada popcorn. Paparan jangka panjang menyebabkan kerusakan saluran napas pekerja pabrik.
Seiring berkembangnya tren rokok elektrik, muncul pertanyaan apakah vape juga dapat memicu kondisi serupa. Beberapa cairan vape diketahui mengandung diacetyl, meskipun kadarnya berbeda-beda. Kekhawatiran ini membuat isu popcorn lung kembali ramai dibicarakan.
Studi dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa meski tidak semua cairan vape mengandung diacetyl, sebagian produk informal atau tidak terstandarisasi memang ditemukan mengandung zat tersebut. Jika digunakan jangka panjang, risiko kerusakan paru bisa meningkat. Namun tingkat risikonya masih diteliti lebih lanjut.
Meski demikian, para ahli tetap menegaskan bahwa vape bukan sepenuhnya aman. Paparan bahan kimia panas, logam berat dari coil, serta partikel aerosol dapat menyebabkan iritasi dan peradangan pada saluran napas. Dalam beberapa kasus, pengguna melaporkan sesak, batuk, hingga gangguan napas berkepanjangan.
Perlu dipahami bahwa popcorn lung bukan satu-satunya risiko terkait vape. Ada pula kondisi seperti EVALI (Electronic Cigarette or Vaping-Associated Lung Injury) yang sempat merebak di beberapa negara. Kondisi ini menunjukkan bahwa paru-paru sangat rentan terhadap bahan kimia dari rokok elektrik.
Meski bukti langsung bahwa vape menyebabkan popcorn lung masih terbatas, potensi risikonya tetap ada ketika cairan mengandung diacetyl atau zat sejenis. Pengguna terutama tidak mengetahui secara pasti komposisi cairan yang dibeli secara bebas. Inilah yang membuat pakar kesehatan menyerukan kehati-hatian.
Pabrik popcorn dulu memiliki paparan intensif setiap hari, sedangkan pengguna vape memiliki pola paparan yang lebih variatif. Namun sekalipun intensitasnya berbeda, risiko iritasi dan kerusakan saluran kecil paru tetap mungkin terjadi. Faktor durasi penggunaan juga berperan besar.
Gejala popcorn lung biasanya berupa batuk kering, sesak napas, dan napas berbunyi. Karena gejalanya mirip asma atau bronkitis, banyak orang tidak menyadari potensi kerusakan yang terjadi. Diagnosis hanya bisa dipastikan melalui pemeriksaan medis.
Pencegahan terbaik tetaplah membatasi penggunaan rokok elektrik, terutama produk yang tidak jelas kualitas dan komposisinya. Jika penggunaan tidak bisa dihentikan, setidaknya pilih produk legal dan hindari cairan yang menggunakan flavor sintetis berlebihan. Sebab, kesehatan paru tidak boleh dipertaruhkan.
Bagi yang sudah merasakan keluhan napas akibat vaping, sangat disarankan memeriksakan diri ke dokter sesegera mungkin. Intervensi dini bisa memperlambat kerusakan dan membantu penanganan lebih optimal. Mengabaikan gejala hanya memperbesar risiko jangka panjang.
Google News: http://bit.ly/4omUVRy
Terbaru: https://jurnas.com/redir.php?p=latest
Langganan : https://www.facebook.com/jurnasnews/subscribe/
Youtube: https://www.youtube.com/@jurnastv1825?sub_confirmation=1
popcorn lung rokok elektrik bahaya bronchiolitis obliterans vape


























