Ilustrasi percakapan via WhatsApp (Foto: Jurnas/dok Freepik.com).
Jakarta, Jurnas.com - Dalam beberapa tahun terakhir, muncul fenomena baru di kalangan pekerja dan anak muda, yaitu memilih `off` dari WhatsApp selama liburan.
Mereka sengaja mematikan notifikasi, keluar dari grup, atau bahkan uninstall sementara aplikasinya. Langkah ini bukan sekadar gaya hidup, tetapi bentuk usaha memulihkan diri dari tekanan digital.
WhatsApp kini menjadi pusat komunikasi yang tak pernah berhenti. Grup pekerjaan, komunitas, hingga keluarga semuanya bercampur. Akibatnya, liburan sering kali tetap terasa penuh notifikasi dan permintaan balasan cepat. Banyak orang akhirnya merasa tidak benar-benar beristirahat meskipun tak lagi bekerja.
Memilih berhenti sejenak dari WhatsApp memberi ruang mental yang lebih bersih selama liburan. Tanpa pesan yang masuk bertubi-tubi, otak dapat beristirahat dari kewajiban sosial maupun pekerjaan. Hal ini membantu mengembalikan energi dan fokus setelah liburan usai.
Dalam beberapa kasus, orang merasa bersalah jika tidak membalas pesan dengan cepat. Padahal, liburan seharusnya menjadi waktu pribadi yang tidak dibebani ekspektasi komunikasi nonstop. Mematikan WhatsApp menjadi bentuk batasan diri yang sehat.
Menariknya, tren ini juga muncul dari keinginan untuk hadir sepenuhnya dalam momen liburan. Ketika tidak sibuk menanggapi pesan, seseorang bisa lebih menikmati suasana, pemandangan, dan interaksi langsung. Inilah esensi dari digital detox yang kini banyak dibicarakan.
Di sisi lain, tekanan pekerjaan melalui WhatsApp sering menjadi penyebab stres berkepanjangan. Banyak perusahaan kini menggunakan grup WhatsApp sebagai jalur koordinasi utama sehingga batas pekerjaan dan waktu pribadi makin kabur. Mengambil jarak sementara membantu memulihkan keseimbangan itu.
Tentu saja, tak semua orang bisa mematikan WhatsApp begitu saja. Ada urusan keluarga, bisnis kecil, atau kebutuhan mendesak yang kadang membutuhkan respons cepat. Karena itu, sebagian orang memilih strategi `semi-off`, yaitu hanya mematikan notifikasi tanpa keluar aplikasi.
Menurut penelitian, jeda digital terbukti membantu memperbaiki kualitas tidur, konsentrasi, dan suasana hati. Saat liburan, manfaat ini bahkan terasa lebih kuat karena tubuh sedang berada dalam fase pemulihan. Dengan kata lain, off WhatsApp mendukung konsep istirahat menyeluruh.
Orang-orang yang pernah mencoba biasanya merasa lebih ringan secara emosional. Tanpa pesan yang mendesak, mereka bisa menata ulang prioritas dan menyadari betapa seringnya hidup dikendalikan notifikasi. Kesadaran inilah yang membuat sebagian orang terus mengulang kebiasaan ini setiap liburan.
Secara sosial, tren ini juga diterima semakin luas. Kini banyak lingkungan kerja mulai memahami pentingnya menghormati waktu libur dan batas komunikasi. Hal ini membuat lebih banyak orang berani melakukan digital break tanpa rasa bersalah.
Tentu, penting memberi tahu orang terdekat bahwa kamu sedang `off` agar tidak menimbulkan kekhawatiran. Pesan otomatis, story pemberitahuan, atau status singkat dapat menjadi solusi. Setelah itu, Anda bebas menikmati waktu tanpa gangguan.
Google News: http://bit.ly/4omUVRy
Terbaru: https://jurnas.com/redir.php?p=latest
Langganan : https://www.facebook.com/jurnasnews/subscribe/
Youtube: https://www.youtube.com/@jurnastv1825?sub_confirmation=1
off WhatsApp saat liburan digital detox liburan tanpa WhatsApp

























