Para pemain di film Air Mata Mualaf. (Foto: Jurnas/Ist).
Jakarta, Jurnas.com- Film berjudul Air Mata Mualaf segera tayang di seluruh bioskop Indonesia mulai 27 November 2025 mendatang. Lalu akan dilanjutkan penayangannya ke Asia Tenggara dan Timur Tengah pada awal Desember 2025. Para kreator dan jajaran pemain untuk pertama kalinya menguraikan secara mendalam bagaimana film ini membahas tema keluarga, perbedaan keyakinan, keberanian memilih jalan hidup, serta hidayah yang kerap datang tanpa diduga.
Sejak trailer pertama dan kedua dirilis, publik diperlihatkan dua lapis perspektif, pencarian jati diri Anggie serta gejolak keluarga ketika perbedaan muncul di tengah mereka.
“Saya membuat film ini bukan untuk menunjukkan siapa yang benar atau salah. Fokus kami adalah menghadirkan manusia apa adanya, dengan ketakutan, cinta, dan keberanian mereka. Setiap orang pernah berada di titik ketika ia harus memilih jalannya sendiri, dan proses itulah yang kami ceritakan,” kata Sutradara Indra Gunawan saat konferensi pers dan press screening film Air Mata Mualaf, Rabu (19/11/2025).
“Perbedaan dalam keluarga sering dipandang sebagai ancaman. Tetapi melalui film ini, kami ingin menunjukkan bahwa perbedaan bisa menjadi ruang belajar. Hidayah atau jalan pilihan tidak datang karena paksaan manusia; ia datang dari Tuhan. Film ini mengajak penonton melihat itu dengan hati yang lebih lembut,” tambah Produser Dewi Amanda.
Pada sisi karakter, Acha Septriasa mengungkapkan bahwa peran Anggie memberinya perspektif baru tentang keteguhan hati seorang perempuan.
“Anggie adalah sosok yang memilih tanpa membenci dan melangkah tanpa marah. Dia tahu apa yang ia rasakan sebagai kebenaran, tetapi ia juga mencintai keluarganya dengan sangat dalam. Peran ini mengingatkan saya bahwa memilih jalan sendiri bukan tindakan meninggalkan, tetapi keberanian untuk jujur pada diri sendiri,” ungkap Acha Septriasa.
Sementara Achmad Megantara, yang berperan sebagai seorang Ustad, menyoroti bahwa perjalanan spiritual seseorang tidak pernah seragam.
“Banyak orang datang kepada keyakinan bukan karena amarah, tetapi karena panggilan. Hidayah tidak bisa ditebak, dan tidak semua orang bisa memahaminya di waktu yang sama. Melalui karakter saya, film ini ingin menunjukkan bahwa dialog antara iman dan kemanusiaan harus selalu diberi ruang,” jelasnya.
“Ada adegan yang membuat saya teringat pada adik perempuan saya. Konflik keluarga sering kali lahir bukan dari kebencian, tetapi dari rasa takut kehilangan. Film ini mengingatkan bahwa mencintai seseorang tidak selalu berarti mengarahkan hidupnya” kata Rizky Hanggono.
Press screening yang berlangsung pada hari yang sama mempertegas bahwa film ini tidak menghadirkan antagonis. Setiap karakter hadir dengan cintanya masing-masing, ada yang mempertahankan tradisi, ada yang mempertahankan pilihan, ada yang mencoba memahami. Ketegangan terbesar terjadi bukan antara agama, melainkan antara hati yang ingin menjaga keluarga dan hati yang ingin jujur pada dirinya sendiri.
Google News: http://bit.ly/4omUVRy
Terbaru: https://jurnas.com/redir.php?p=latest
Langganan : https://www.facebook.com/jurnasnews/subscribe/
Youtube: https://www.youtube.com/@jurnastv1825?sub_confirmation=1
Air Mata Mualaf Indra Gunawan Acha Septriasa

























