Ilustrasi - Wafatnya Sayyidah Fathimah, Kisah Perpisahan Putri Rasulullah (Foto: Fatimiyah)
Jakarta, Jurnas.com - Sejak wafatnya Rasulullah SAW, rumah Sayyidah Fathimah Azzahra berubah menjadi tempat yang dipenuhi kerinduan yang tak kunjung mereda. Aroma dan kenangan ayahanda seolah masih menyelimuti setiap sudut, menghadirkan luka yang tak pernah benar-benar sembuh.
Kesedihan itu perlahan menggerus kesehatannya, meski ia tetap berusaha tersenyum di hadapan Ali bin Abi Thalib dan anak-anaknya. Wajahnya makin pucat dan langkahnya kian pelan, menunjukkan betapa berat beban batin yang ia pendam.
Dalam hari-hari yang sunyi itu, para sahabat melihat tubuh Sayyidah Fathimah semakin melemah namun imannya tetap teguh. Ia menjalani hari demi hari dengan ketabahan yang mencerminkan karakter luhur seorang putri kenabian.
Hak Anak dalam Islam yang Wajib Diketahui
Hingga pada suatu siang yang begitu hening, ia memanggil Asma’ binti Umais untuk menyampaikan bahwa waktunya telah dekat. Kabar itu mengejutkan Asma’, tetapi Fathimah menyampaikan semuanya dengan ketenangan yang sulit digambarkan.
Ia meminta agar kain kafan yang pernah diberikan Rasulullah SAW disiapkan, seakan ingin memastikan perpisahannya berlangsung sebagaimana wasiat sang ayah. Ketika kain itu dipegangnya, suasananya menjadi penuh keharuan yang lembut dan sunyi.
Fenomena Mati Mendadak, Pertanda Akhir Zaman?
Sesaat sebelum menyendiri, ia memeluk anak-anaknya satu per satu sambil menahan air mata yang tak pernah tumpah di hadapan mereka. Pelukan itu seolah menjadi titipan kasih terakhir yang akan mereka kenang sepanjang hidup.
Ia kemudian menyampaikan pesan kepada Ali bin Abi Thalib dengan suara yang lembut namun tegas agar menjaga keluarga dan tetap kokoh memelihara amanah agama. Wasiyat itu menjadi ungkapan cintanya yang paling dalam kepada suami yang setia menemaninya sejak hari pertama.
Tak lama setelah semua persiapan selesai, Sayyidah Fathimah meminta izin untuk berbaring dan beristirahat. Ketika Asma’ kembali, ia mendapati Fathimah telah menghadap kiblat dengan ketenangan yang terlalu sempurna untuk seseorang yang tertidur.
Kesunyian itu membuat Asma’ sadar bahwa Fathimah telah kembali kepada Tuhannya dengan cara yang paling lembut. Kepergian itu memenuhi rumah kecil itu dengan duka yang tak terelakkan.
Ali bin Abi Thalib segera datang dan tak mampu menahan air mata saat melihat istrinya terbujur damai. Sosok yang gagah di medan perang itu kini tak berdaya menghadapi kehilangan terbesar dalam hidupnya.
Ia mempersiapkan pemakaman istrinya dengan hati-hati, seakan takut mengusik ketenteraman terakhir Fathimah. Setiap gerak tangannya dipenuhi cinta yang tak pernah berhasil ia ucapkan sepenuhnya semasa hidup sang istri.
Pada malam hari yang sunyi, jenazah Fathimah dimakamkan secara sederhana sesuai permintaannya. Hanya beberapa orang yang turut hadir, menjaga kesakralan yang ingin ia wariskan.
Hingga kini lokasi makamnya tetap tidak disebutkan, sesuai wasiat yang ia tinggalkan untuk menjaga kehormatan dan ketenangan dirinya. Misteri itu justru membuat kisahnya semakin melekat dalam ingatan umat.
Dalam duka yang membungkus langit Madinah malam itu, doa-doa dipanjatkan bagi perempuan mulia yang menjadi cahaya rumah kenabian. Kepergiannya meninggalkan teladan tentang kesabaran dan keteguhan hati yang terus hidup dalam sejarah Islam.
Google News: http://bit.ly/4omUVRy
Terbaru: https://jurnas.com/redir.php?p=latest
Langganan : https://www.facebook.com/jurnasnews/subscribe/
Youtube: https://www.youtube.com/@jurnastv1825?sub_confirmation=1
Info Keislaman Fathimah Azzahra Perpisahan Putri Rasulullah

























