Ilustrasi kanker serviks (Foto: Pexels/Tara Winstead)
Jakarta, Jurnas.com - Kanker serviks termasuk salah satu jenis kanker yang paling sering menyerang perempuan, terutama di negara berkembang. Penyakit ini muncul ketika sel-sel abnormal tumbuh tanpa kendali pada leher rahim. Meski begitu, banyak perempuan baru menyadari gejalanya ketika penyakit sudah memasuki tahap lanjut.
Pada fase awal, kanker serviks sering kali tidak menimbulkan keluhan apa pun. Inilah yang membuat deteksi dini menjadi sangat penting. Tanpa pemeriksaan rutin, perempuan mungkin tidak menyadari adanya perubahan pada serviks.
Salah satu gejala yang paling sering dikeluhkan adalah pendarahan di luar siklus menstruasi. Kondisi ini bisa muncul setelah berhubungan intim atau bahkan ketika tidak sedang haid. Pendarahan pascamenopause juga perlu diwaspadai.
Keputihan tidak normal juga dapat menjadi tanda awal. Keputihan ini biasanya berbau tajam, berwarna kecoklatan, atau bercampur darah. Perubahan ini muncul akibat iritasi atau kerusakan jaringan pada area serviks.
Nyeri panggul yang terus-menerus dan tidak memiliki penyebab jelas juga dapat mengarah pada gangguan di serviks. Nyeri kadang menjalar hingga pinggang atau kaki bagian bawah. Kondisi ini sering muncul pada stadium lanjut.
WHO Luncurkan Strategi Berantas Kanker Serviks
Penurunan berat badan tanpa sebab dan rasa lelah berkepanjangan juga dapat menjadi petunjuk. Karena sel kanker tumbuh cepat, tubuh memerlukan energi ekstra sehingga berat badan berkurang drastis. Kondisi ini sering diabaikan karena dianggap akibat stres.
Faktor risiko utama kanker serviks adalah infeksi Human Papillomavirus (HPV). Virus ini ditularkan melalui kontak seksual dan merupakan penyebab mayoritas kasus kanker serviks di seluruh dunia. Infeksi HPV biasanya terjadi tanpa gejala.
Perilaku seksual juga berpengaruh pada risiko kanker serviks. Berhubungan intim di usia sangat muda atau memiliki pasangan seksual lebih dari satu dapat meningkatkan paparan terhadap HPV. Ini membuat perempuan lebih rentan mengembangkan kanker serviks.
Merokok adalah faktor risiko lain yang sering tidak disadari. Zat kimia dalam rokok dapat memengaruhi sel serviks dan melemahkan sistem imun lokal. Akibatnya, tubuh lebih sulit melawan infeksi HPV.
Sistem kekebalan tubuh yang lemah, termasuk pada pengidap HIV atau pengguna obat imunosupresan, juga meningkatkan risiko kanker serviks. Tubuh tidak mampu menghancurkan sel abnormal dengan optimal. Inilah alasan kelompok tersebut memerlukan pemantauan ekstra.
Penggunaan pil KB jangka panjang juga dikaitkan dengan meningkatnya risiko kanker serviks. Meskipun mekanismenya belum sepenuhnya dipahami, beberapa penelitian menunjukkan terjadi perubahan hormonal yang memengaruhi sel serviks. Faktor ini cenderung muncul pada penggunaan lebih dari lima tahun.
Paritas atau jumlah kelahiran juga berperan. Perempuan yang memiliki banyak anak memiliki risiko lebih tinggi mengalami kanker serviks. Diduga, perubahan fisik serviks saat persalinan berulang dapat memicu kerusakan sel.
Deteksi dini melalui Pap smear atau IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) menjadi langkah penting mencegah kanker serviks. Pemeriksaan ini membantu menemukan sel-sel abnormal sebelum berkembang menjadi kanker. Semakin cepat ditemukan, semakin besar peluang kesembuhan.
Vaksinasi HPV juga menjadi bentuk pencegahan yang sangat efektif. Vaksin mampu melindungi tubuh dari tipe HPV penyebab kanker serviks. Saat ini vaksin direkomendasikan mulai diberikan pada usia remaja.
Dengan pengetahuan yang tepat dan pemeriksaan rutin, kanker serviks dapat dideteksi lebih awal. Langkah-langkah pencegahan seperti vaksinasi dan perubahan gaya hidup berperan besar dalam menurunkan risiko. Kesadaran menjadi kunci utama untuk melindungi diri dari penyakit ini.
Google News: http://bit.ly/4omUVRy
Terbaru: https://jurnas.com/redir.php?p=latest
Langganan : https://www.facebook.com/jurnasnews/subscribe/
Youtube: https://www.youtube.com/@jurnastv1825?sub_confirmation=1
kanker serviks gejala kanker serviks faktor risiko HPV pencegahan kanker serviks





















