Selasa, 11/11/2025 13:51 WIB

Kerugian Pertamina Terkait Kerja Sama dengan PT OTM Gunakan Data Lama





Nilai potensi kerugian PT Pertamina dalam kerja sama dengan PT OTM sebesar Rp 217 miliar ternyata berdasarkan data lama sebelum terjadinya renegosiasi.

Sidang kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan kilang minyak PT Pertamina.

Jakarta, Jurnas.com - Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 10 November 2025 mengungkap fakta baru.

Nilai potensi kerugian Pertamina dalam kerja sama dengan PT Orbit Terminal Merak (OTM) sebesar Rp 217 miliar ternyata berdasarkan data lama sebelum terjadinya reevaluasi dan renegosiasi kontrak.

Hal itu terungkap saat Senior Expert 2 PT Pertamina yang juga auditor internal PT Pertamina Wawan Sulistyo Dwi dihadirkan sebagai saksi.

Mulanya, jaksa penuntut umum mempertanyakan dasar Wawan menyebut kerja sama dengan PT OTM pada periode November 2014 hingga November 2015 berpotensi merugikan Pertamina sebesar US$ 16,6 juta atau sekitar Rp 217 miliar.

Menjawab pertanyaan itu, Wawan mengaku mendapat data dari hasil kajian tim Pusat Penelitian Pranata Pembangunan Universitas Indonesia (UI) yang menyebutkan throughput berada pada rentang US$ 6,3 per kiloliter hingga US$ 6,77 per kiloliter. Sementara throughput kontrak PT Pertamina dengan PT OTM berada di angka US$ 6,5 per kiloliter.

"Atas angka itu, kami melakukan pengujian. Jadi kami melakukan apa yang dilakukan Pranata UI, kita lihat kertas kerjanya seperti apa, dari mana dokumen sumbernya dan kita melakukan perhitungan ulang," kata Wawan.

Patra M Zen, kuasa hukum beneficial ownership PT Tangki Merak (TM) dan PT Oiltanking Merak (OTM) Muhammad Kerry Adrianto Riza, kemudian mencecar Wawan mengenai potensi kerugian tersebut. Patra ingin memastikan data yang digunakan Wawan adalah data dari kajian Pranata atau yang setelah diperbaiki.

"Dia yang laporan pertama yang Bapak gunakan atau laporan yang setelah diperbaiki?" tanya Patra.

Menjawab pertanyaan itu, Wawan mengaku menggunakan data dari kajian pertama Pranata pada Maret 2014.

"Pertanyaannya sekarang. Ini hasil ini sudah pernah direvisi atau belum?" cecar Patra.

Wawan mengatakan, internal audit pernah mereevaluasi angka tersebut. Namun, Wawan mengaku tidak melakukan reevaluasi tersebut.

"Saya sebenarnya tidak melakukan reevaluasi langsung, Pak. Karena pas surat tugas ini, ini saya hanya yang per laporan ini gitu, Pak," jawab Wawan.

Patra pun kembali mencecar Wawan mengenai throughput setelah reevaluasi dan renegosiasi. Wawan menyebut mengetahui adanya reevaluasi, tetapi tak mengetahui secara pasti angka throughput dari proses reevaluasi dan renegosiasi tersebut.

"Reevaluasi itu saya tahu, Pak, bahwa ada re-evaluasi. Tapi kalau misalkan angkanya, detailnya begitu saya enggak tahu," ungkap Wawan.

Padahal, throughput hasil reevaluasi menunjukkan angka yang jauh lebih rendah dari kajian Pranata UI, yakni US$ 5,49 per kiloliter. Selain itu, Wawan juga mengaku tak mengetahui macetnya pembayaran ke PT OTM setelah penandatanganan kontrak hingga 2017. Wawan mengaku hanya mengetahui PT OTM belum dibayar hingga 2015.

"Kalau sampai dengan tahun 2015, Pak, saya tahu bahwa itu belum dibayar. Karena saya auditnya sampai tahun 2015, Pak," kata Wawan.

Wawan juga tak mengetahui adanya proses renegosiasi kontrak antara PT Pertamina dan PT OTM, termasuk throughput hasil renegosiasi.

`Mengenai prosesnya, mengenai setelah dokumen ini ditandatangani, mengenai ada reevaluasi, mengenai ada renegosiasi, Bapak enggak tahu ya?" cecar Patra.

"Saya tidak mengetahui, Pak," jawab Wawan.

KEYWORD :

Korupsi Tata Kelola Minyak Korupsi PT Pertamina PT Orbit Terminal Merak




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :