Ilustrasi wayang. (Foto: opini.id)
Jakarta, Jurnas.com - Wayang adalah warisan budaya Indonesia yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat, khususnya di Jawa dan Sunda. Dari sekian ragamnya, Wayang Golek dan Wayang Kulit menjadi dua jenis wayang yang paling populer, masing-masing dengan ciri khas dan teknik pementasan berbeda.
Meski kedua jenis wayang tersebut sama-sama dari Pulau Jawa, Wayang Golek dan Wayang Kulit memiliki beberapa perbedaan. Di antaranya dari segi teknik pementasan, suara, hingga bahasa yang digunakan.
Wayang Golek khas Sunda atau Jawa Barat menggunakan boneka kayu tiga dimensi dari kayu, lengkap dengan pakaian dan aksesori yang nyata. Pertunjukan sering dilakukan tanpa kelir, dalang menggerakkan boneka dengan tangan dan menyuarakan karakter-karakternya, diiringi musik tradisional Sunda dan sindén yang menambah warna pertunjukan.
HNW Apresiasi Sinergi MPR, PKS, dan Pepadi: Lestarikan Budaya, Gelar Pagelaran Wayang Kulit
Sementara itu, Wayang Kulit berasal dari Jawa Tengah serta Jawa Timur menggunakan boneka pipih dari kulit kerbau atau sapi yang diukir dengan detail. Pertunjukan biasanya digelar di panggung dengan layar putih (kelir) dan pencahayaan dari lampu minyak atau listrik, sehingga bayangan boneka menjadi pusat visual.
Perbedaan juga terlihat pada teknik pementasan dan suara. Wayang Kulit menekankan bayangan dan narasi, dengan dalang menggerakkan boneka sambil mengisi dialog dan sinden mengiringi gamelan. Wayang Golek menonjolkan gerak tubuh boneka yang lebih hidup dan interaksi yang ekspresif dengan penonton, meski tetap disertai musik tradisional dan suara khas dari tokoh pewayangan.
Cerita yang dibawakan hampir sama, seperti Ramayana, Mahabharata, Panji, atau legenda lokal, namun penyajiannya berbeda. Wayang Kulit dan Wayang Golek biasanya digelar malam hari, dan bisa berlangsung hingga sembilan jam, menampilkan interaksi kompleks antara dalang, gamelan, dan penonton.
Dalam pertunjukan, dalang memegang peranan penting. Ia menghidupkan ratusan karakter, mengorkestrasikan gamelan, kendang, hingga rebab, bernyanyi atau nyinden, dan mengarahkan narasi. Dalam Wayang Kulit, watak baik dimainkan di kanan dalang, jahat di kiri, sedangkan Wayang Golek tampil lebih ekspresif di atas panggung dengan boneka tiga dimensi.
Dari segi musik juga ada perbedaan. Wayang Kulit memanfaatkan gamelan Jawa, dengan alat pukul seperti gender dan kotak kayu untuk memberi sinyal perubahan musik sesuai cerita. Wayang Golek menggunakan musik tradisional Sunda, menekankan ritme dan gerak boneka yang hidup.
Perbedaan lainnya ialah dari segi bahasa pementasan. Wayang Golek kebanyakan menggunakan bahasa Sunda, sedangkan Wayang Kulit menggunakan bahasa Jawa.
Selain itu, ada beberapa perbedaan dari segi penamaan tokoh pewayangannya. Misal, pada Wayang Golek ada tokoh bernama Cepot atau Astrajingga yang bermuka merah dan sering memamerkan lelucon bermakna. Sementara di Wayang Kulit biasanya dia disebut dengan nama Bagong.
Meski teknik, bentuk, musik, hingga bahasa berbeda, keduanya menyimpan nilai seni, sejarah, dan filosofi tinggi. Tradisi ini terus digemari, membuktikan bahwa Wayang Golek dan Wayang Kulit bukan sekadar hiburan, tetapi bagian dari identitas budaya Indonesia. (*)
Google News: http://bit.ly/4omUVRy
Terbaru: https://jurnas.com/redir.php?p=latest
Langganan : https://www.facebook.com/jurnasnews/subscribe/
Youtube: https://www.youtube.com/@jurnastv1825?sub_confirmation=1
Wayang Golek Wayang Kulit Wayang Sunda Wayang Jawa
























