Rabu, 05/11/2025 23:52 WIB

Lagi, Sidang Sengketa Tambang Nikel Haltim Sebut Pasang Patok Bukan Pidana





Sidang lanjutan kasus sengketa tambang nikel di Halmahera Timur (Haltim) kembali dilanjutkan. Hasilnya?

Usai sidang lanjutan kasus sengketa tambang nikel di Halmahera Timur (Haltim). (Foto: Jurnas/Ira).

Jakarta, Jurnas.com- Sidang lanjutan kasus sengketa tambang nikel di Halmahera Timur (Haltim) antara PT Wana Kencana Mineral (WKM) dan PT Position kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (5/11) dengan agenda keterangan saksi ahli hukum pidana, Dr. Oheo Kaimuddin Haris, SH, LLM, M.Sc, dari Universitas Halu Oleo, Kendari.

Dalam keterangannya di depan majelis hakim, Oheo menegaskan bahwa tindakan terdakwa Awwab Hafidz dan Marsel Bialembang dua karyawan PT WKM yang memasang patok atau pagar di area tambang bukan merupakan tindak pidana. Menurutnya, kegiatan tersebut justru merupakan bagian dari tugas dan tanggung jawab Kepala Teknik Tambang (KTT) untuk melindungi wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan.

“KTT semata-mata melakukan fungsinya sesuai peraturan. Memasang patok atau pagar adalah langkah perlindungan aset tambang, bukan perbuatan pidana,” ujar Oheo.

”Karena itu orang yang menjalankan perintah undang-undang, tidak boleh dihukum. Malah harus dilindungi,” lanjutnya.

Saksi ahli juga menyatakan, tindakan mereka semata-mata adalah pelaksanaan tugas dan tanggung jawab serta bentuk pengamanan.

"Tindakan tersebut, baik disadari atau tidak, diperintah atau tidak, sudah menjadi bagian dari tugas KTT," ujar Oheo.

Saksi ahli juga menyebut terdapat indikasi tindak pidana kehutanan yang justru dilakukan pihak lain, dan bukan oleh terdakwa. Ia bahkan menilai ada kelalaian terhadap hak-hak hukum terdakwa, karena permintaan menghadirkan saksi ahli pembela yang diajukan sebelumnya tidak dipenuhi oleh penegak hukum. Usai sidang, kuasa hukum PT WKM, Rolas Sitinjak kembali menegaskan bahwa aktivitas penebangan kayu dan penggalian dilakukan oleh PT Position dan bukan oleh kliennya.

PT WKM, kata Rolas, hanya melakukan pemagaran di area izin usaha yang sah dan telah dibayar penuh kepada negara.

“Perusahaan kami sudah memenuhi seluruh kewajiban, mulai dari land rent, PBB, hingga pajak lainnya, dengan nilai sekitar Rp5 miliar per tahun, meski tanpa produksi. Tapi justru kami yang dituduh. Siapa yang nebang, siapa yang gali. Kok seolah olah kami yang melakukan ,” tandas Rolas.

Dikatakan Rolas, dalam sidang sebelumnya, pihak dari balai kehutanan juga bersaksi bahwa penebangan kayu dilakukan oleh PT Position, dan kayu hasil tebangan tersebut tidak dibayar dan keberadaannya tidak diketahui. Lokasi yang kini menjadi objek sengketa juga disebut bersih dari kayu. Rolas menambahkan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) seharusnya ditanggung pihak yang menebang kayu, bukan oleh perusahaan pemegang izin yang tidak melakukan aktivitas tersebut.

“Kami sangat kecewa karena PT WKM diminta membayar pajak atas aktivitas yang jelas-jelas dilakukan pihak lain,” ujarnya

KEYWORD :

Sidang Sengketa Tambang Nikel Wana Kencana




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :