Rabu, 05/11/2025 22:14 WIB

Usulan Gelar Pahlawan Nasional Harus Objektif dan Berimbang





Kita harus menilai secara proporsional. Tidak menutup mata terhadap kekurangan, tetapi juga tidak menafikan jasa dan kontribusinya bagi bangsa.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Ansory Siregar. (Foto: Dok. Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ansory Siregar, mencermati dengan seksama pandangan dan masukan dari berbagai pihak terkait usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional oleh Kementerian Sosial, di mana salah satu nama yang diusulkan adalah Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto.

Politikus PKS itu menjelaskan, setiap tokoh yang dinominasikan untuk mendapatkan gelar Pahlawan Nasional tentu memiliki rekam jejak perjuangan dan kontribusi nyata bagi bangsa dan negara.

“Pemberian gelar pahlawan adalah bentuk penghormatan negara kepada individu yang telah memberikan jasa besar. Karena itu, prosesnya harus dilakukan secara objektif, berimbang, dan berdasarkan penilaian yang komprehensif, bukan sekadar melihat satu sisi dari perjalanan sejarah,” ujarnya di Jakarta, Rabu (5/11).

Ia menegaskan bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Setiap tokoh bangsa memiliki kelebihan dan kekurangan dalam kiprah pengabdiannya.

“Kita harus menilai secara proporsional. Tidak menutup mata terhadap kekurangan, tetapi juga tidak menafikan jasa dan kontribusinya bagi bangsa,” tambah Ansory.

Dalam konteks Soeharto, Ansory menilai terdapat sejumlah aspek yang patut dicermati secara objektif.

“Beliau dikenal sebagai Bapak Pembangunan, yang berhasil meletakkan dasar pertumbuhan ekonomi nasional dan menciptakan stabilitas politik di masa-masa awal pembangunan. Di bawah kepemimpinannya, Indonesia mengalami kemajuan signifikan dalam bidang infrastruktur, pertanian, dan pendidikan,” jelasnya.

Selain itu, Soeharto juga memiliki peran strategis dalam menjaga keamanan negara, khususnya ketika Indonesia menghadapi ancaman ideologi komunis.

“Langkah-langkah yang diambil pada masa itu berperan penting dalam memastikan arah bangsa tetap pada jalur Pancasila dan menjaga keutuhan NKRI,” sambungnya.

Lebih jauh, Ansory menyinggung kiprah internasional Soeharto yang mencerminkan kepedulian terhadap isu kemanusiaan dan dunia Islam. Pada tahun 1995, Soeharto melakukan kunjungan langsung ke Bosnia-Herzegovina di tengah perang yang masih berkecamuk.

Kunjungan berisiko tinggi itu menjadi simbol empati dan solidaritas Indonesia kepada rakyat Bosnia, khususnya umat Islam yang menjadi korban konflik. Dari momentum itu pula lahir inisiatif pembangunan Masjid Istiqlal di Sarajevo, sebagai tanda persahabatan dan dukungan Indonesia terhadap perdamaian.

“Langkah tersebut menunjukkan sisi kemanusiaan dan keberanian yang patut diapresiasi. Ia membawa nama Indonesia sebagai bangsa yang peduli pada perdamaian dan solidaritas antarumat,” tutur Ansory.

Menutup pernyataannya, Ansory berharap agar proses penetapan gelar Pahlawan Nasional dilakukan dengan kejujuran sejarah, kebijaksanaan moral, dan semangat rekonsiliasi kebangsaan.

“Kita perlu belajar menghargai jasa tanpa menutup mata terhadap catatan sejarah. Pahlawan adalah manusia, dan manusia punya perjalanan yang kompleks. Semoga keputusan yang diambil nanti mampu memperkuat semangat kebangsaan, mempererat persatuan, dan menjadi teladan bagi generasi penerus,” pungkasnya.

 

 

 

KEYWORD :

Warta DPR Komisi VIII Ansory Siregar Politikus PKS gelar pahlawan nasional Presiden Soeharto




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :