Tangkapan layar Sidang MKD DPR RI. (YouTube TVR Parlemen)
Jakarta, Jurnas.com - Ahli Media Sosial (Medsos) Ismail Fahmi dihadirkan sebagai saksi dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI terkait perkara lima anggota DPR nonaktif buntut aksi unjuk rasa 25–31 Agustus 2025 lalu.
Ismail dalam keterangannya menyoroti reaksi publik terhadap video sejumlah anggota DPR yang berjoget di tengah isu kenaikan gaji.
Menurut dia, kemarahan masyarakat bukan semata karena nominal kenaikan gaji, melainkan karena tindakan berjoget yang dianggap tidak sensitif terhadap kondisi rakyat.
“Dalam kasus kemarin yang kita lihat itu masyarakat itu tersentuhnya di mana? Yang saya lihat joget-jogetnya itu bikin kesel banget, bukan soal angka (kenaikan gaji), tapi joget joget pas nak gajinya,” ujar Ismail di Ruang Sidang MKD DPR, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (3/11).
Dia menjelaskan, bagi masyarakat, kenaikan gaji anggota DPR, berapapun nominalnya, memiliki makna besar karena kondisi ekonomi rakyat sedang sulit.
“Mau Rp1 juta kek, Rp3 juta. Rp3 juta buat saya kecil sekali, tapi buat masyarakat itu sudah kenaikan. Pada saat kami sulit Rp3 juta itu gede pak, tapi buat anggota DPR enggak besar, harusnya bisa lebih dari itu buat joget,” kata Ismail.
Sedekah Diunggah di Media Sosial, Bolehkah?
Namun demikian, Founder Dron Emprit itu berpandangan bahwa persoalan utama bukan pada angka, tetapi pada emosi publik yang tersulut oleh simbol-simbol seperti joget tersebut.
“Tapi yang dibangun bukan angkanya, tapi emosinya ini. Nah emosi ini harus diberesin. Pada saat klarfikasi diberesin emosi juga enggak? Apa yang masuk di masyarakat soal angkanya tadi atau joget-joget?” ucapnya.
Atas dasar itu, menurut Ismail, klarifikasi dari pihak DPR ke publik seharusnya juga mempertimbangkan aspek emosional agar pesan yang disampaikan bisa diterima dengan baik.
“Nah ini yang nempel di masyarakat, itu harus diluruskan. Misalnya ‘jogetnya itu bukan karena naik’ tetapi emosi dilawan dengan emosi, dengan faktual. Faktanya apa ada yang menyanyi, misalnya gitu. Ada yang dari daerah kita hargai kita senang mereka disorot,” jelasnya.
Ia mencontohkan, klarifikasi bisa disampaikan dengan menjelaskan konteks kejadian, misalnya bahwa ada anggota yang bernyanyi atau bersuka cita karena hal lain, bukan karena kenaikan gaji.
“Jadi, ketika klarfikasi kita siapin juga klarifikasi yang menyentuh emosi. Jadi instead of emosinya itu gara gara naik gaji, kita balik emosinya karena menghargai, pasti masyarakat ada yang mendukung nanti,” demikian Ismail.
Sejumlah saksi-ahli yang dihadirkan dalam sidang MKD DPR di antaranya Deputi Persidangan Setjen DPR Suprihartini; Koordinator orkestra Letkol Suwarko; Ahli Media Sosial Ismail Fahmi; Ahli kriminologi Prof Dr Adrianus Eliasta; Ahli hukum Satya Adianto; Ahli sosiologi Trubus Rahadiansyah; Ahli analisis perilaku Gustia Ayudewi; dan Wakil Koordinator Wartawan Parlemen Erwin Siregar.
KEYWORD :
Warta DPR Sidang MKD ahli medsos media sosial Ismail Fahmi anggota DPR nonaktif























