 
                                             Seorang koki menyiapkan sandwich daging babi dengan daun ganja di kantin rumah sakit (Foto: Reuters)
Jakarta, Jurnas.com - Selama puluhan tahun, ganja dianggap sebagai simbol pemberontakan dan barang haram di Amerika Serikat. Orang yang kedapatan menggunakannya bisa ditangkap, diadili, bahkan dijebloskan ke penjara.
Tapi kini, pemandangan itu berubah drastis. Di banyak negara bagian, toko-toko menjual ganja secara terbuka seperti menjual kopi atau permen karet. Pertanyaannya, kenapa negara penentang narkoba, kini justru melegalkan ganja?
Alasan pertama datang dari sains dan kesehatan. Sejak awal tahun 2000-an, riset demi riset menunjukkan bahwa ganja memiliki kandungan zat aktif bernama cannabidiol (CBD) yang bisa membantu meredakan nyeri, mual, insomnia, hingga kecemasan.
Pasien kanker, epilepsi, dan PTSD (trauma berat) terbukti mendapatkan manfaat signifikan dari ganja medis. Karena alasan medis inilah, legalisasi pertama kali dilakukan bukan untuk kesenangan, tapi untuk pengobatan.
Selanjutnya, faktor ekonomi jadi alasan yang tak kalah kuat. Industri ganja legal di Amerika kini bernilai lebih dari 30 miliar dolar per tahun. Negara bagian seperti California, Colorado, dan Oregon menikmati pendapatan pajak yang besar dari penjualan ganja.
Bahkan, lapangan kerja baru muncul di sektor ini mulai dari petani ganja, laboratorium pengujian, hingga toko ritel khusus produk berbasis ganja. Dalam kondisi ekonomi pascapandemi, ini jadi sumber pendapatan baru yang terlalu besar untuk diabaikan.
Selain itu, ada juga dorongan keadilan sosial. Sebelum ganja dilegalkan, jutaan orang terutama dari komunitas kulit hitam dan Latin, dijebloskan ke penjara karena pelanggaran ringan terkait ganja.
Aktivis hak sipil menilai, kebijakan lama justru tidak adil dan diskriminatif. Dengan legalisasi, pemerintah bisa memperbaiki kesalahan masa lalu dan menghapus catatan hukum bagi mereka yang pernah ditangkap karena kepemilikan ganja dalam jumlah kecil.
Faktor berikutnya adalah efisiensi hukum. Setiap tahun, miliaran dolar dana publik dihabiskan untuk menegakkan hukum terkait ganja, mulai dari penangkapan, proses pengadilan, hingga penahanan.
Setelah dilegalkan, dana itu bisa dialihkan untuk hal yang lebih penting, seperti pendidikan dan rehabilitasi pengguna narkoba berat. Hasilnya, tingkat kejahatan kecil di beberapa negara bagian justru menurun setelah ganja dilegalkan.
Namun tentu saja, legalisasi ganja bukan tanpa kritik. Sebagian kalangan medis menilai efek jangka panjang penggunaan ganja masih perlu diteliti lebih dalam, terutama pada remaja.
Ada pula kekhawatiran bahwa legalisasi bisa menormalisasi penggunaan zat psikoaktif di kalangan muda. Karena itu, setiap negara bagian menerapkan aturan ketat, bahwa hanya orang berusia 21 tahun ke atas yang boleh membeli, dan konsumsi di tempat umum tetap dilarang.
Menariknya, keberhasilan legalisasi di beberapa negara bagian AS membuat negara lain ikut mempertimbangkan langkah serupa. Kanada, Jerman, dan Uruguay bahkan sudah lebih dulu melegalkan ganja secara nasional.
KEYWORD :Ganja Legal di AS Legalisasi Ganja Amerika Serikat




 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                



















 
   