 
                                             Ilustrasi kucing yang dekat dengan kehidupan manusia (Foto: Pexels/Helyin Bermúdez)
Jakarta, Jurnas.com - Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, sebagian orang kini justru menemukan ketenangan lewat hal sederhana, yaitu berbicara dengan hewan kesayangan.
Meski terdengar sepele dan nyeleneh, ternyata fenomena berbicara dengan kucing, anjing, kelinci, atau bahkan burung, punya dasar ilmiah yang cukup menarik.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara manusia dan hewan bisa menurunkan kadar hormon stres kortisol serta menstabilkan tekanan darah.
Saat seseorang mengelus, menatap, atau sekadar berbicara lembut pada hewan peliharaannya, tubuh melepaskan hormon oksitosin, zat kimia yang berperan penting dalam menciptakan rasa nyaman, kasih, dan keterikatan emosional.
Tak heran, setelah berbicara dengan hewan, banyak orang merasa lebih tenang dan bahagia.
Fenomena ini tidak berarti hewan benar-benar memahami curhatan manusia seperti halnya sesama manusia. Ilmuwan menyebutnya sebagai bentuk antropomorfisme, yakni kecenderungan manusia memberi sifat atau emosi manusia pada makhluk lain.
Namun justru di situlah letak terapinya. Hewan menjadi pendengar ideal karena dirasa tidak menghakimi, tidak menyela, dan tidak memberikan nasihat yang bisa menyinggung. Hanya kehadiran diamnya saja sudah cukup menenangkan.
Bagi sebagian orang, berbicara dengan hewan juga menjadi cara untuk mengekspresikan emosi yang sulit diutarakan kepada manusia. Ada rasa aman karena tahu bahwa curhatan itu tak akan tersebar, tidak akan dipelintir, dan tidak akan direspons dengan pandangan aneh.
Dari sisi psikologi, hal ini termasuk dalam mekanisme penyaluran emosi yang sehat, mirip seperti menulis jurnal atau bermeditasi.
Di Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang, bahkan sudah ada terapi resmi berbasis interaksi manusia dan hewan yang dikenal dengan istilah Animal-Assisted Therapy (AAT).
Dalam praktiknya, pasien dengan gangguan kecemasan, depresi, atau trauma diajak berinteraksi dengan hewan peliharaan seperti anjing atau kuda untuk membantu proses penyembuhan. Hasilnya, banyak yang menunjukkan peningkatan stabilitas emosional dan rasa percaya diri.
Meski demikian, para ahli tetap mengingatkan agar aktivitas ini tidak dijadikan pelarian tunggal dari masalah sosial. Terlalu bergantung pada hewan hingga menutup diri dari hubungan manusia bisa jadi tanda bahwa seseorang sedang mengalami isolasi emosional.
Oleh karena itu, keseimbangan tetap perlu dijaga. Boleh-boleh saja berinteraksi dengan hewan, tapi jangan sampai menggantikan koneksi dengan sesama manusia ya.
KEYWORD :Curhat dengan Hewan Cara Mengatasi Kesepian Terapi Hewan




 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                

















 
   