Ilustrasi - Sedang membaca (Foto: Pexels/Berkalp Turper)
Jakarta, Jurnas.com - Dalam pandangan Islam, ukuran kecerdasan tak hanya diukur dari kemampuan logika, kemampuan berpikir cepat, atau menguasai banyak pengetahuan dunia. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW mengatakan bahwa orang paling cerdas adalah mereka yang paling sering mengingat kematian dan mempersiapkan diri untuk menghadapinya.
Dalam hadis riwayat Ibnu Majah, Rasulullah SAW bersabda: “...Orang yang paling cerdas adalah orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling baik persiapannya untuk kehidupan setelah mati...”
Hadis ini menyiratkan bahwa kecerdasan dalam Islam berakar pada kesadaran spiritual. Seorang Muslim yang benar-benar cerdas akan menilai setiap langkah hidupnya dengan pandangan akhirat, bukan sekadar mengejar kesenangan duniawi.
Utang Itu Darurat, Jangan Remehkan!
Al-Qur’an juga menegaskan hal serupa dalam QS. Al-Hasyr ayat 18: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).”
Ayat ini mengajarkan agar setiap muslim berpikir jauh ke depan, bukan hanya untuk urusan dunia, tetapi terutama untuk kehidupan setelah mati. Orang yang cerdas adalah mereka yang mampu menyeimbangkan antara usaha duniawi dan bekal akhirat dengan penuh ketakwaan.
Rasulullah SAW juga mencontohkan kecerdasan spiritual ini dalam kehidupannya. Beliau selalu menasihati sahabat agar tidak terlena oleh dunia dan memperbanyak amal kebaikan sebagai bekal setelah kematian.
Dengan mengingat mati, seseorang akan lebih berhati-hati dalam bertindak, menjaga lisan, dan memperbanyak amal saleh. Kesadaran ini menjadikan hidupnya penuh makna dan terarah pada tujuan akhir, yaitu ridha Allah SWT.
Bagaimana Sains Menjelaskan Kisah Ashabul Kahfi?
Lantas bagaimana dengan orang yang berilmu dan mencintai proses pencarian ilmu? Apakah dia termasuk orang yang paling cerdas?
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah bersabda “aku adalah kota ilmu, sedangkan Ali bin Abi Thalib adalah pintunya.”
Selain itu Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa kecerdasan Ali melebihi dari Nabi terdahulu jadi tidak ada pemuda sehebat secerdas Ali.
Sementara itu, suatu ketika Sayyidina Ali bin Abi Thalib didatangi beberapa orang yang bergantian menanyakan pertanyaan sama: mana yang lebih baik, ilmu atau harta?
Kepada masing-masing penanya, Ali memberikan jawaban yang sama namun dengan alasan yang berbeda-beda. Ia berkata bahwa ilmu lebih baik karena merupakan warisan para nabi, sementara harta adalah warisan Qarun, Syaddad, dan Firaun.
Kepada penanya berikutnya, ia menjelaskan bahwa ilmu akan menjaga pemiliknya, sedangkan harta harus dijaga. Ia juga menyebut bahwa pemilik harta memiliki banyak musuh, sedangkan pemilik ilmu memiliki banyak sahabat.
Ali menambahkan, ilmu bila dibagikan akan bertambah, sedangkan harta bila dibelanjakan akan berkurang. Bahkan, ia menegaskan bahwa harta akan dihisab pada hari kiamat, sedangkan pemilik ilmu akan diberi kesempatan memberi syafaat.
Dengan keilmuan yang dimiliki maka Ali bin Abi Thalib dijuluki sebagai babul ilmi atau pintu ilmu sementara Nabi Muhammad kotanya.
Kisah ini memperlihatkan bahwa dalam pandangan para sahabat, ilmu adalah tanda kecerdasan yang sejati. Ilmu tak hanya menerangi akal, tetapi juga menuntun hati agar memahami hakikat kehidupan dan tujuan akhir manusia.
Al-Qur’an pun mengangkat derajat orang berilmu sebagaimana disebut dalam surah Al-Mujadalah ayat 11, “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” Ayat ini menegaskan bahwa ilmu adalah jalan menuju kemuliaan dunia dan akhirat.
Dengan demikian, orang cerdas menurut Islam bukan sekadar yang cepat berpikir atau pandai berhitung. Mereka adalah yang berilmu, rendah hati, sadar diri, dan senantiasa menyiapkan amal terbaik untuk kehidupan setelah mati.
KEYWORD :Info Keislaman Kecerdasan dalam Islam Orang Paling Cerdas Kecerdasan Spiritual



















