Anggota Komisi V DPR RI Fraksi PDIP Adian Napitupulu. (Foto: Ist)
Jakarta, Jurnas.com - Anggota Komisi V DPR RI, Adian Napitupulu mengungkap temuan mengejutkan soal biaya operasional perusahaan aplikator transportasi online.
Dari hasil diskusi dengan sejumlah pihak terkait, ternyata biaya jemput-antar per perjalanan atau Cost Per Action (CPA) hanya berkisar Rp186 hingga Rp204.
“Biaya itu sudah termasuk biaya Google Map,” kata Adian dalam keterangan resminya, Kamis (30/10).
Adian menyebut, data tersebut diperoleh dalam diskusi bersama tiga perusahaan aplikator transportasi daring dan tiga asosiasi driver online yang berlangsung sekitar tiga jam pada Senin (27/10).
Dari sana, Adian menemukan fakta baru bahwa biaya CPA sebenarnya jauh lebih kecil dari narasi yang selama ini dibangun oleh pihak aplikator.
“Semula saya agak ragu pada CPA Rp186-Rp204 itu, karena selama ini Aplikator sering membangun narasi seolah Google Map itu berbiaya tinggi. Namun keraguan terjawab ketika dalam diskusi itu dipaparkan data biaya Google Map berbayar. Angka yang keluar untuk berlangganan 10 juta pengguna perbulan ternyata hanya Rp17,- sampai Rp50, - per perjalanan, tergantung pilihan fasilitas layanan Google Mapnya,” ungkapnya.
Legislator PDIP itu pun melakukan simulasi tambahan dengan memasukkan komponen biaya overhead, marketing, dan maintenance. Hasilnya, total biaya keseluruhan per perjalanan hanya di kisaran Rp600.
Lebih lanjut, Adian mengungkap bahwa keuntungan bersih yang diperoleh aplikator dari transaksi harian tergolong sangat besar.
Pertama, aplikator mengambil 15 persen plus 5 persen dari setiap perjalanan driver online. Lalu mereka ambil Rp2.000 sebagai biaya jasa aplikasi, Rp1.000 untuk asuransi, dan Rp500 lagi untuk biaya hijau.
“Jadi, di luar potongan 15% dan 5% itu masih ada lagi tambahan yang diambil aplikator sebesar Rp3.500,- yang dibungkus dengan berbagai istilah namun tanpa kejelasan dasar hukum,” kata Adian.
Wasekjen DPP PDIP itu lantas mengambil contoh, jika dalam satu perjalanan dikenakan tarif Rp12.000, maka aplikator bisa dapat Rp5.900 per transaksi. Dengan asumsi; potongan komisi sebesar Rp2.400 lalu ditambah dengan Rp3.500—pungutan di luar potongan 15+5% tadi.
“Jika angka itu dikurangi biaya Fix Cost ++ Rp600,- maka, pendapatan bersih aplikator Rp5.300,- per transaksi,” ungkap Adian.
Berdasarkan perhitungan itu, kata Sekjen Pena 98 ini, jika satu aplikator mencatat 3,3 juta transaksi per hari, maka laba bersihnya bisa mencapai Rp17,5 miliar per hari atau sekitar Rp6,4 triliun per tahun-hanya dari angkutan penumpang.
“Belum termasuk laba Food dan Barang,” ungkap Adian terheran-heran.
Yang lebih memprihatinkan lagi, menurut Adian, sebagian besar keuntungan tersebut tidak dinikmati di dalam negeri, tapi mengalir ke luar negeri.
“Dibawa ke Jepang melalui Soft Bank, ke Amerika melalui Sequoia Capital dan Google Alphabet dan sebagian ke China melalui Alibaba dan Tencentc,” sesalnya.
Adian menilai, jika praktik tersebut terus dibiarkan tanpa regulasi yang tegas, maka yang tersisa bagi Indonesia hanyalah ketimpangan sosial dan ketidakadilan ekonomi.
“Diujung kata, negara harus memberi peluang orang berusaha dan mendapat keuntungan, tapi di sisi lain negara juga perlu membuat regulasi untuk mengontrol keserakahan agar dunia usaha berkeadilan, bukan hanya bagi pengusaha, tapi juga untuk rakyat, dalam hal ini driver online,” demikian Legislator Dapil Jabar V ini.
KEYWORD :
Warta DPR Komisi V Adian Napitupulu Wasekjen PDIP ojek online biaya CPA


















