Ilustrasi sedang bermimpi saat tidur ( Foto : SehatQ )
Jakarta, Jurnas.com - Mengapa kita bermimpi? Pertanyaan klasik itu kini mulai mendapat jawaban berkat proyek riset internasional yang menggabungkan lebih dari 2.600 data kebangkitan tidur dari berbagai laboratorium di dunia.
Mimpi selalu memikat manusia, namun bagi ilmuwan, menelitinya adalah tantangan panjang. Setiap laboratorium memiliki metode sendiri, membuat hasilnya sulit dibandingkan dan teori sulit diuji.
Kini, situasi itu berubah berkat proyek riset internasional tersebut. Hasilnya, peneliti dari berbagai negara berhasil menggabungkan lebih dari 2.600 data kebangkitan tidur menjadi satu basis data raksasa bernama Dream EEG and Mentation Database (DREAM), yang dikelola oleh Monash University.
Database ini menghubungkan pola aktivitas otak sesaat sebelum seseorang terbangun dengan apa yang mereka alami dalam mimpi. Dengan menyatukan dua dekade penelitian yang sebelumnya terpisah, DREAM memberi cara baru untuk menguji kapan dan bagaimana mimpi muncul.
Selama ini, penelitian tentang mimpi sulit disatukan karena perbedaan alat ukur, bentuk laporan, dan bahkan definisi mimpi itu sendiri. DREAM mengatasinya dengan sistem klasifikasi sederhana yang membagi pengalaman tidur menjadi tiga: bermimpi dengan detail, bermimpi tanpa ingatan jelas, dan tidak bermimpi sama sekali.
Sistem itu memungkinkan peneliti membandingkan berbagai jenis mimpi dan kelompok peserta tanpa tumpang tindih. Mereka kini dapat menelusuri perbedaan antara mimpi buruk, lucid dream, atau pengalaman tidur pada pasien klinis dan individu sehat.
Database ini memuat penelitian sejak awal 2000-an hingga 2024, mencakup tidur malam penuh hingga tidur siang. Beberapa studi bahkan menggabungkan EEG dengan magnetoensefalografi untuk menangkap dinamika otak secara lebih lengkap.
Pesertanya beragam, mulai dari anak dengan disleksia hingga orang lanjut usia dan pelaku lucid dream. Semua data disusun dalam format standar, sehingga analisis lintas penelitian dapat dilakukan tanpa perlu konversi ulang.
Dari 1.550 kebangkitan dengan laporan lengkap, muncul pola menarik. Tahap tidur ringan menghasilkan mimpi pada 88 persen kebangkitan, tahap sedang sekitar separuh, tidur dalam sekitar 50 persen, dan fase REM mencapai 81 persen.
Temuan ini menantang anggapan lama bahwa mimpi hanya terjadi di fase REM. Faktanya, pengalaman sadar muncul di hampir semua tahap tidur, tergantung kedalaman dan waktu terjadinya.
Untuk menjaga kualitas, setiap rekaman harus memiliki dua kanal EEG standar dan minimal 20 detik tidur stabil sebelum dibangunkan. Data yang terganggu lebih dari 10 detik langsung dikeluarkan agar hasil tetap bersih.
Tim peneliti kemudian memproses data menggunakan algoritma otomatis yang akurat lebih dari 70 persen dibanding penilaian ahli manusia. Hasilnya menunjukkan bahwa tidur non-REM dengan mimpi menampilkan pola otak yang lebih mirip keadaan terjaga dibandingkan tidur tanpa mimpi.
Temuan ini memperkuat gagasan bahwa kesadaran dalam tidur bukan kondisi biner, melainkan spektrum. Bahkan, algoritma dapat memprediksi apakah seseorang sedang bermimpi hanya dari sinyal otaknya, dengan akurasi hingga 70 persen di fase REM.
Peluang aplikasinya luas, dari mendeteksi kesadaran tersembunyi pada pasien koma hingga membantu menentukan kedalaman anestesi. Studi ini sekaligus membuka jalan untuk memahami hubungan antara mimpi dan kesadaran manusia secara objektif.
Walau bersifat terbuka, akses terhadap DREAM tetap diawasi ketat sesuai etika penelitian. Beberapa data dapat diunduh publik, sementara lainnya memerlukan izin peneliti asal, namun semuanya memiliki metadata standar yang memudahkan pencarian.
Dengan sistem ini, ilmuwan bisa menelusuri subset data tertentu tanpa mengunduh keseluruhan arsip, misalnya semua mimpi non-REM pada usia muda atau sinyal mata dari lucid dream.
Rilis awal DREAM mencakup 2.643 sesi kebangkitan tidur dan akan terus berkembang. Tim sukarelawan dari Australia, Prancis, Swedia, Inggris, dan negara lain berperan menjaga kualitas serta memperluas kontribusi global.
Dengan metodologi seragam dan ribuan rekaman terstandardisasi, proyek ini menyatukan bidang penelitian yang dulu terfragmentasi. DREAM kini membuka jalan untuk menjawab salah satu misteri tertua manusia: apa yang sebenarnya dilakukan otak saat kita bermimpi. (*)
Penelitian lengkap tentang DREAM telah diterbitkan di jurnal Nature Communications. Sumber: Earth
KEYWORD :Riset mimpi DREAM database Penelitian tidur Misteri Bermimpi Lucid dream























