Suasana sidang sengketa nikel hadirkan saksi ahli pertambangan. (Foto: Jurnas/Ira).
Jakarta, Jurnas.com- Sidang lanjutan sengketa tambang nikel di Halmahera Timur (Haltim) antara PT Wana Kencana Mineral (WKM) dan PT Position kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Rabu (29/10) dengan agenda keterangan saksi ahli Guru Besar Hukum Pertambangan Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof. Dr. Abrar Saleng dan Manajer Eksternal PT WKM, Budi Pramono.
Dalam keterangannya, Prof Abrar menegaskan bahwa Kepala Teknik Tambang (KTT) berkewajiban penuh menjaga wilayah pertambangan sesuai izin usaha pertambangan (IUP) yang dimiliki perusahaannya dari segala bentuk penyerobotan dan pencurian tambang.
“KTT bertanggung jawab menjaga wilayahnya sesuai IUP. Tidak ada istilah KTT menghalangi atau merintangi pelaku penyerobotan tambang,” ujar Prof Abrar di depan majelis hakim.
Karena itu, ia menilai penerapan Pasal 162 UU Minerba terhadap dua pekerja PT WKM, Awwab Hafidz dan Marsel Bialembang, sangat tidak tepat. Menurutnya, upaya mereka memasang patok batas justru merupakan tindakan sah untuk melindungi aset negara berupa nikel.
Ia menegaskan bahwa dalam perkara ini tidak ditemukan adanya “pembangunan atas tanah berhak” sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut, melainkan dugaan kegiatan penambangan ilegal di atas wilayah konsesi perusahaan lain.
Prof Abrar melanjutkan, merujuk Pasal 15 Permen ESDM No. 26 Tahun 2018, bahwa kegiatan pertambangan meliputi pembukaan lahan, penggalian bijih, dan pengangkutan. Berdasarkan pengamatannya, kegiatan yang dipersoalkan dalam perkara ini lebih menyerupai penambangan ilegal ketimbang pembuatan jalan.
“Masuk saja tanpa izin ke konsesi yang sah sudah tidak dibenarkan, apalagi membuka akses dan melakukan penggalian,” tegasnya.
Sementara, Manajer Eksternal PT WKM, Budi Pramono di persidangan menyatakan bahwa ada lahan buffer antara lahan PT WKM dan PT Position yang tidak boleh diadakan kegiatan apapun.
"Tidak boleh melakukan, penebangan pohon, membuat jalan atau penambangan," beber Budi.
Usai sidang, kuasa hukum PT WKM, OC Kaligis dan Rolas Sitinjak menguatkan keterangan ahli dengan menilai terdapat indikasi kuat praktik pencurian bijih nikel yang dikamuflase sebagai pembangunan akses jalan.
“Di dunia tambang, ini biasa terjadi. Dalihnya kerja sama bikin jalan, tapi faktanya pencurian nikel. Dari bukti-bukti persidangan, termasuk foto-foto yang kami tampilkan, jelas sekali ini bukan jalan, melainkan aktivitas tambang,” ujar Rolas.
Ia menyebut perizinan terkait PKS (perjanjian kerja sama) diduga hanya dijadikan pintu masuk untuk melakukan penambangan ilegal di wilayah yang bukan konsesi mereka.
“Kesimpulan dari saksi ahli jelas, ini bisa jadi modus ilegal mining. Jadi seolah-olah buka jalan, tapi kenyataannya itu sarana untuk mencuri nikel,” tegasnya.
KEYWORD :Tambang Nikel Halmahera Timur Saksi Ahli

















