Kamis, 30/10/2025 12:45 WIB

Purbaya Akan Menaikkan Pajak Jika Ekonomi Tumbuh 6 Persen





Pertumbuhan 6 persen dapat dicapai dengan menggerakkan sektor swasta melalui kredit yang tumbuh tinggi dan pemerintah sebagai tambahan.

Menteri Keuangan RI Purbaya Yudhi Sadewa (kiri) dalam Sarasehan 100 Ekonom di Jakart, Selasa (28/10/2025). Foto: antaranews

JAKARTA, Jurnas.com – Menteri Keuangan RI Purbaya Yudhi Sadewa mengaku akan terus memonitor dan bersikap hati-hati soal pajak. Ia menyampaikan akan menaikkan pajak jika pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen. Pertumbuhan ekonomi tahun 2025 baru ditargetkan berkisar 5,2 persen.

Hal itu disampaikan Purbaya dalam sarasehan 100 Ekonom 2025 “Resiliensi Ekonomi Domestik sebagai Fondasi Menghadapi Gejolak Dunia” yang digelar Institute for Development of Economics & Finance (INDEF) di Jakarta, Selasa (28/10/2025).

Purbaya menyampaikan bahwa sejak setahun terakhir ekonomi melambat dengan kebijakan fiskal dan moneter kurang akurat.

Kebijakan counter-cyclical yang dilakukan dinilainya tidak tepat, karena ketika ekonomi melambat malah dikenakan pajak dimana-mana. Sehingga yang dilakukannya saat ini adalah melakukan kebijakan pro-cyclical tanpa mengeluarkan uang yang terlalu banyak (tidak melakukan kebijakan ekspansi), namun mengoptimalkan uang yang ada.

Dengan demikian bunga turun karena over supply, sehingga semuanya bergerak (kredit), optimis masyarakat tumbuh, arah ekonomi sudah mulai terlihat meski belum signifikan seperti yang diharapkan.

Purbaya juga menunjukkan Indeks kepercayaan Konsumen Kepada Pemerintah (IKKP) pada Juli-September yang turun ke level yang parah karena ekonomi memburuk, sehingga perlu membalikkan keadaan ekonomi untuk menghindari aksi massa yang lebih besar. Hasilnya, di Oktober nilainya kembali naik yang mengindikasikan keyakinan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dalam menjalankan tugas-tugasnya kembali.

Purbaya akan memastikan ekonomi bergerak bukan hanya di sektor pemerintah tapi juga sektor swasta.

Berkaitan dengan transfer ke daerah yang berkurang, Purbaya meminta daerah untuk mengoptimalkan belanjanya dan mengelola keuangannya dengan lebih baik dengan mengurangi kebocoran anggaran.

Jika daerah bisa melakukan hal tersebut, anggaran bisa di ajukan untuk bisa dinaikkan. Menanggapi utang yang tinggi, Purbaya mengatakan bahwa disiplin fiskal akan terus dijaga karena defisit masih dibawah 3 persen dan rasio utang terhadap PDB masih dibawah 60 persen. Sehingga masyarakat tidak usah risau.

Pada kesempatan itu, Purbaya juga menanggapi berbagai pertanyaan para ekonom yang hadir seperti Prof. Didin S. Damanhuri, Ekonom Senior dan Pendiri INDEF yang menanyakan implementasi Rp 200 triliun; Rangga Cipta, Chief Economist Mandiri Sekuritas yang menanyakan apakah ada kebijakan tambahan untuk relaksasi pajak.

Menurut Purbaya, penyaluran dana Rp 200 triliun menggunakan ekspertis perbankan. Dia juga menekankan bahwa dirinya tidak melakukan intervensi pada perbankan dalam penyaluran dana tersebut. Hal yang menjadi perhatiannya saat ini adalah uang tersebut tersalurkan untuk menggerakkan perekomian.

Purbaya merasa optimis bahwa pertumbuhan 6 persen dapat dicapai dengan menggerakkan sektor swasta melalui kredit yang tumbuh tinggi dan pemerintah sebagai tambahan. Selain itu juga akan memperbaiki iklim bisnis.

Ia juga menegaskan pihakanya sedang memperbaiki coretax dibantu dengan ahli.

Menaggapi pertanyaan ekonom Senior Bright Institute Awalil Rizki tentang risiko kebijakan fiskal yang belum diungkap, Purbaya menyampaikan akan terus mengacu pada acuan-acuan yang ketat di fiskal.

Menurutnya risiko harus dihadapi untuk membuat ekonomi tumbuh sambil menggerakkan sektor pemerintah dan swasta. Utang akan dijaga pada tingkat manageable, dengan berusaha meminimalkan risko. Jangan takut risiko karena dunia itu dihadapkan pada pilihan dan sumber daya yang terbatas.

Sedangkan menanggapi pertanyaan Ciplis Gema Qori’ah, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jember, terkait burden sharing penyaluran dana Rp 200 triliun serta menjaga inflasi dan nilai tukar, Purbaya menyebutkan semaksimalkan mungkin tidak akan menggunakan burden sharing.

Ia akan membiarkan Bank Sentral melakukan pakem kebijakan moneter dan begitu juga Kemenkeu dengan kebijakan fiskal. Bank Sentral perlu dijaga independensinya karena tidak terikat dengan pemerintahan yang berjalan dengan siklus 5 tahunan, sementara bank sentral sifatnya jangka panjang.

Mengenai risko inflasi jika mencetak uang, menurut Purbaya menjelaskannya tidak hanya menggunakan teori netralitas uang tapi ada juga teori bahwa inflasi (demand pull inflation) tidak akan terjadi jika laju pertumbuhan ekonomi berada di bawah laju pertumbuhan ekonomi potensialnya. Sehingga tidak perlu khawatir karena pertumbuhan ekonomi Indonesia belum mencapai potensialnya.

KEYWORD :

Menkeu Purbaya Sarasehan Ekonom Menaikkan pajak




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :