Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Dr. I Wayan Sudirta, SH., MH. Foto: istimewa
JAKARTA, Jurnas.com - Pada 28 Oktober 1928, sebuah momentum agung terukir dalam lembaran sejarah bangsa Indonesia. Di tengah himpitan penjajahan kolonial yang mencengkeram, para pemuda dari berbagai penjuru Nusantara berhimpun dalam Kongres Pemuda Kedua, melahirkan sebuah ikrar yang menggetarkan jiwa: Sumpah Pemuda.
“Ikrar ini bukan sekadar deklarasi politis, melainkan manifestasi kesadaran filosofis yang mendalam bahwa di atas perbedaan suku, agama, ras, dan golongan, terdapat satu identitas kolektif yang lebih agung: Indonesia,” demikian disampaikan Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Dr. I Wayan Sudirta, SH., MH., di Jakarta, Senin (27/10/2025).
Tiga butir ikrar suci itu, satu tanah air Indonesia, satu bangsa Indonesia, dan satu bahasa persatuan bahasa Indonesia adalah cerminan dari nilai-nilai luhur yang kelak menjadi pondasi falsafah bangsa: Pancasila. Sumpah Pemuda menjadi cikal bakal terwujudnya persatuan dalam kebhinnekaan, sebuah konsep filosofis yang menempatkan Persatuan Indonesia sebagai sila ketiga Pancasila, jantung dari ideologi kebangsaan kita.
Kini, 97 tahun setelah ikrar bersejarah itu, semangat Sumpah Pemuda tidak boleh hanya menjadi abu yang padam, melainkan harus tetap berkobar sebagai api yang menyala-nyala, menerangi jalan bangsa menuju Indonesia Emas 2045.
Sumpah Pemuda dalam Bingkai Pancasila
Sumpah Pemuda dan Pancasila adalah dua entitas yang tak terpisahkan, seperti dua sisi dari satu mata uang yang sama. Jika Sumpah Pemuda adalah manifestasi semangat persatuan, maka Pancasila adalah landasan filosofis yang memberikan jiwa dan arah bagi persatuan tersebut.
Sila Ketiga Pancasila, Persatuan Indonesia adalah perwujudan langsung dari semangat Sumpah Pemuda. Para pendiri bangsa menyadari bahwa tanpa persatuan, bangsa yang terdiri dari ribuan pulau, ratusan suku, dan beragam agama ini akan mudah terpecah belah. Oleh karena itu, persatuan bukan hanya sekadar slogan, melainkan keharusan eksistensial bagi bangsa Indonesia.
“Pancasila mengajarkan kita bahwa persatuan yang hakiki bukanlah keseragaman yang memaksakan, melainkan harmoni dalam keberagaman. Seperti yang terkandung dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, hingga Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, semua nilai ini berpijak pada semangat persatuan yang inklusif, mengayomi seluruh komponen bangsa tanpa diskriminasi,” ujar pengajar di Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa ini.
Dalam perspektif filosofis Pancasila, Sumpah Pemuda adalah penegasan ontologis atas keberadaan Indonesia sebagai satu kesatuan bangsa. Para pemuda 1928 tidak hanya menyatakan persatuan secara fisik, tetapi juga mengikrarkan kesadaran kolektif sebagai bangsa yang memiliki tujuan bersama: kemerdekaan, keadilan, dan kemakmuran.
Tantangan Pemuda di Era Disrupsi
Di tengah arus globalisasi dan digitalisasi yang deras, nilai-nilai Sumpah Pemuda dihadapkan pada berbagai ujian. Generasi muda Indonesia saat ini hidup dalam era di mana batas-batas geografis menjadi kabur, identitas semakin cair, dan tantangan sosial-ekonomi-politik kian kompleks.
Survei terkini menunjukkan bahwa antikorupsi adalah isu yang paling membuat anak muda Indonesia marah. Sebagai contoh kasus korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, Sub Holding, dan kontraktor kerjasama yang berlangsung dari 2018 hingga 2023. Kerugian negara diperkirakan hingga Rp 193,7 triliun dalam satu tahun, dengan total kerugian mencapai triliunan rupiah selama lima tahun. Kasus ini melibatkan pejabat tinggi Pertamina dan swasta, dan juga penyelidikan suap terhadap hakim terkait vonis kasus ini. Hal ini mengakibatkan kemarahan serta kegelisahan mendalam terhadap praktik korupsi yang menggerogoti keadilan dan kesejahteraan rakyat. Pemuda masa kini menuntut transparansi, akuntabilitas, dan integritas dalam tata kelola pemerintahan, nilai-nilai yang sejalan dengan sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Hal ini tentunya berkelindan dengan isu kemiskinan, ekonomi, dan ketenagakerjaan yang juga menjadi perhatian serius generasi muda. Tingginya animo masyarakat terhadap lowongan pekerjaan, seperti Job Fair di Bekasi pada Mei 2025 sempat menjadi ricuh. Hal ini merupakan refleksi tingginya angka pengangguran, ketimpangan akses pendidikan dan kesehatan, serta kesenjangan ekonomi antarwilayah menuntut solusi inovatif dan partisipatif dari pemuda. Semangat Sumpah Pemuda mengajarkan bahwa persatuan dan gotong royong adalah kunci untuk mengatasi tantangan struktural ini.
Permasalahan selanjutnya di era digital saat ini adalah pemuda Indonesia menghadapi paradoks: di satu sisi, teknologi membuka peluang kolaborasi dan inovasi; di sisi lain, ancaman hoaks, polarisasi, dan fragmentasi sosial menggerus rasa persatuan. Perlu ada semangat nasionalisme digital yang menjadi sangat strategis dilakukan. Hal ini mendorong pemuda agar dapat memanfaatkan media digital untuk memperkuat identitas kebangsaan, menyebarkan nilai-nilai Pancasila, dan membangun narasi positif tentang Indonesia.
Permasalahan selanjutnya di tahun 2025 ini adalah krisis iklim yang bukan lagi menjadi ancaman masa depan, melainkan kenyataan yang harus dihadapi setiap hari. Banjir, kekeringan, kebakaran hutan, hingga naiknya permukaan laut adalah bukti nyata dampak perubahan iklim yang mengancam kehidupan. Pemuda Indonesia, sebagai garda terdepan dalam upaya mitigasi dan adaptasi, memiliki peran krusial dalam mengatasi krisis ini. Dengan kreativitas, akses terhadap teknologi, dan kemampuan beradaptasi yang tinggi, pemuda dapat menjadi motor penggerak gaya hidup berkelanjutan dan inovator solusi digital untuk lingkungan.
Cerminan Nilai-Nilai Sumpah Pemuda
Indonesia adalah bangsa yang kaya akan kearifan lokal, dan salah satu contoh terbaik adalah nilai-nilai luhur yang tumbuh dalam masyarakat yang selaras dengan semangat Sumpah Pemuda dan Pancasila.
Tradisi di Bali yaitu Ngayah adalah tradisi gotong royong khas Bali yang dilakukan dengan penuh keikhlasan, tanpa mengharapkan upah. Dalam konteks keagamaan, adat, dan sosial, masyarakat Bali saling membantu dalam berbagai kegiatan mulai dari membangun pura, membersihkan lingkungan, hingga membantu persiapan upacara adat.
Semangat Ngayah adalah manifestasi nyata dari nilai Persatuan Indonesia dan Gotong Royong yang menjadi jiwa Pancasila. Dalam masyarakat yang semakin individualistis, nilai Ngayah mengingatkan kita bahwa kebersamaan dan pengabdian untuk kepentingan bersama adalah fondasi kokoh bagi kehidupan berbangsa.
Sebagai perbandingan, contoh kearifan lokal yang serupa berasal dari daerah lain, misalnya gotong royong di masyarakat Jawa atau Mapalus di Sulawesi Utara. Mapalus adalah tradisi saling membantu secara sukarela dalam masyarakat untuk menyelesaikan pekerjaan bersama, seperti bertani atau membangun fasilitas umum. Tradisi ini juga menekankan kebersamaan dan solidaritas sosial yang sejalan dengan nilai-nilai persatuan dan kerja sama yang terkandung dalam Sumpah Pemuda dan Pancasila
Pesan Abadi Bung Karno: Warisi Apinya, Bukan Abunya
"Jangan mewarisi abu Sumpah Pemuda, tapi warisilah api Sumpah Pemuda. Kalau sekadar mewarisi abu, saudara-saudara akan puas dengan Indonesia yang sekarang sudah satu bahasa, satu bangsa, dan satu tanah air. Tapi ini bukanlah tujuan akhir."
Pesan ini sangat relevan bagi generasi muda hari ini. Sumpah Pemuda bukanlah titik akhir perjuangan, melainkan titik awal. Persatuan yang telah dicapai harus terus diperkuat dan diarahkan menuju tujuan yang lebih besar: mewujudkan masyarakat adil dan makmur, Indonesia yang maju dan sejahtera.
Api Sumpah Pemuda adalah semangat revolusioner yang tidak pernah padam. Api itu harus terus menyala, menerangi jalan bangsa dalam menghadapi berbagai tantangan, dari korupsi hingga ketidakadilan, dari kemiskinan hingga degradasi lingkungan.
Selain itu, Bung Karno juga mengingatkan:"Seribu orang tua bisa bermimpi, satu orang pemuda bisa mengubah dunia."
Kutipan ini menegaskan bahwa pemuda memiliki potensi luar biasa untuk menciptakan perubahan nyata. Dengan visi, determinasi, dan kerja keras, satu pemuda saja dapat menggerakkan perubahan yang menginspirasi banyak orang.
Sumpah Pemuda dan Pancasila, Penopang Indonesia Emas 2045
Indonesia Emas 2045 adalah cita-cita besar bangsa untuk menjadi negara berdaulat, maju, adil, dan makmur pada peringatan 100 tahun kemerdekaan. Visi ini berlandaskan pada empat pilar utama: pembangunan manusia dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, pembangunan ekonomi berkelanjutan, pemerataan pembangunan, serta pemantapan ketahanan nasional dan tata kelola kepemerintahan.
Untuk mewujudkan visi tersebut, Sumpah Pemuda dan Pancasila adalah dua penopang krusial yang tidak dapat ditawar-tawar.
Sumpah Pemuda mengajarkan kita bahwa persatuan adalah kekuatan. Tanpa persatuan, bangsa yang besar ini akan mudah terpecah belah dan rapuh. Persatuan bukan hanya soal geografi atau bahasa, tetapi juga tentang kesadaran kolektif untuk bersatu dalam keberagaman, saling menghormati, dan bekerja sama demi kepentingan bersama.
Pancasila memberikan landasan nilai dan etika bagi persatuan tersebut. Lima sila dalam Pancasila adalah kompas moral yang memandu bangsa dalam menghadapi berbagai tantangan, dari krisis identitas hingga ancaman disintegrasi. Pancasila mengajarkan bahwa pembangunan yang sejati bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga tentang keadilan sosial, kemanusiaan, dan spiritualitas.
Selain itu, terdapat konsep Marhaenisme yang diusung Bung Karno untuk mengangkat perjuangan rakyat kecil (Marhaen) sebagai inti dari perjuangan nasionalisme dan keadilan sosial. Ajaran ini menegaskan pentingnya membebaskan rakyat dari penindasan dan keterjajahan ekonomi dengan mengutamakan solidaritas sosial dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Marhaenisme menempatkan rakyat kecil sebagai pilar utama dalam membangun bangsa yang berdaulat dan makmur, sehingga relevan dengan nilai persatuan dan semangat gotong royong dalam Sumpah Pemuda dan Pancasila.
Nilai-nilai ini sebenarnya telah hidup melalui kearifan lokal seperti Ngayah, Musyawarah dan Mapalus menunjukkan bahwa kearifan tradisional dapat menjadi sumber inspirasi bagi pembangunan modern yang berkelanjutan. Nilai-nilai ini mengajarkan pentingnya keseimbangan, gotong royong, dan tanggung jawab sosial-ekologis, prinsip-prinsip yang sangat relevan dalam menghadapi tantangan global seperti krisis iklim dan ketimpangan sosial
Melalui generasi muda, Indonesia memiliki peran sentral dalam perjalanan menuju Indonesia Emas 2045. Dengan semangat Sumpah Pemuda, pemuda tidak hanya mewarisi abu berupa simbol-simbol persatuan, tetapi juga mewarisi api berupa semangat perjuangan, inovasi, dan dedikasi untuk membangun Indonesia yang lebih baik.
Hal ini sejalan dengan pemikirannya Bung Karno yang menegaskan bahwa persatuan nasional bukanlah kondisi statis yang membeku, tetapi proses hidup yang harus terus bergerak menuju revolusi sosial dan kebudayaan yang progresif. Persatuan adalah alat perjuangan melawan penjajahan, oligarki, dan ketidakadilan, serta sarana untuk membangun tatanan sosial baru berdasarkan keadilan sosial dan partisipasi rakyat. Persatuan harus memuat makna keadilan dan emansipasi budaya agar tidak menjadi jargon kosong yang bisa dimanipulasi. Pesan ini menguatkan apa yang pernah disampaikan tentang nilai-nilai gotong royong dan kesadaran kolektif sebagai kekuatan transformatif bangsa.
Mari kita jadikan 28 Oktober bukan sekadar peringatan seremonial, tetapi sebagai momen refleksi dan komitmen untuk terus menyalakan api Sumpah Pemuda. Mari kita nyalakan semangat persatuan, kerja keras, dan integritas dalam setiap langkah kita.
Indonesia Emas 2045 bukanlah mimpi yang mustahil. Dengan persatuan yang kokoh, nilai-nilai Pancasila yang tertanam kuat, dan partisipasi aktif seluruh elemen bangsa terutama pemuda cita-cita besar ini pasti akan terwujud.
Dengan optimisme yang membara dan keyakinan yang teguh, kita melangkah bersama menuju Indonesia Emas 2045, sebuah Indonesia yang berdaulat, maju, adil, dan makmur, di mana Sumpah Pemuda dan Pancasila tetap menjadi mercusuar yang menerangi jalan bangsa. “Merdeka! Indonesia Jaya!” pungkasnya.
KEYWORD :Sumpah pemuda Wayan Sudirta Indonesia emas






















