Ilustrasi - Kisah Utsman bin Affan beli sumber air Sumur Raumah, kemudian mewakafkannya (Foto: Pondok Islami)
Jakarta, Jurnas.com - Di masa awal Islam, Madinah, Arab Saudi, bukan hanya menjadi pusat dakwah, tapi juga tempat ujian solidaritas umat. Salah satu ujian terberat saat itu adalah persoalan air bersih. Peristiwa ini terjadi setelah hijrah dari Makkah ke Madinah.
Di Madinah pada waktu itu, di tengah tanah yang kering, hanya ada satu sumber air layak minum, yakni Sumur Raumah. Sumber air itu dimiliki seorang Yahudi dan dijual dengan harga tinggi. Bagi banyak Muslim kala itu, harga air menjadi beban yang menyesakkan.
Kabar ini akhirnya sampai kepada Rasulullah SAW. Mengetahui kabar demikian, kemudian beliau bersabda.
"Wahai Sahabatku, siapa saja di antara kalian yang menyumbangkan hartanya untuk dapat membebaskan sumur itu, lalu menyumbangkannya untuk umat maka akan mendapat surga-Nya Allah Ta’ala.” (HR Muslim).
Seruan itu menggema di hati para sahabat, hingga satu nama menjawabnya tanpa ragu. Dialah Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu, sahabat Rasulullah SAW, yang kemudian jadi khalifah ketiga umat Islam.
Amalan yang Memberatkan Timbangan di Hari Kiamat
Sebagai saudagar kaya dan dermawan, Utsman dikenal tak pernah menolak kesempatan beramal. Ia telah membiayai ratusan unta dan menyumbangkan ribuan dinar dalam Perang Tabuk. Namun kala itu, yang ia hadapi bukan medan perang, melainkan krisis kemanusiaan, termasuk hak masyarakat atas air.
Utsman segera mendatangi pemilik sumur dan menawar sebagian kepemilikan dengan harga tinggi. Setelah negosiasi panjang, mereka sepakat berbagi kepemilikan.
Ini Penghuni Neraka yang Paling Ringan Azabnya
Kesepakatan itu di antaranya ialah satu hari sumur menjadi milik Utsman untuk umat Islam, hari berikutnya milik sang Yahudi. Setiap giliran tiba, air mengalir gratis untuk seluruh warga Madinah.
Kebijakan itu membuat warga berbondong-bondong mengambil air pada hari milik Utsman. Hari berikutnya, yang terjadi saat sumur menjadi milik orang Yahudi penjualan air bersih menjadi sepi tanpa pembeli.
Penyebabnya, karena kaum Muslimin dan penduduk Madinah mempunyai persediaan air bersih selama dua hari dan akan mengambil air bersih lagi saat sumur itu menjadi milik Utsman secara cuma-cuma alias gratis.
Melihat pendapatannya terus menurun, sang pemilik sumur itu akhirnya menjual seluruh sumur dengan harga 8.000 dirham. Tanpa berpikir panjang, Utsman membeli penuh dan mewakafkan sumur itu sepenuhnya untuk umat.
Langkahnya segera mengakhiri krisis air di Madinah. Tidak hanya kaum Muslim, seluruh penduduk, termasuk non-Muslim, mendapat manfaat dari sumur tersebut. Rasulullah SAW bahkan bersabda, “Utsman telah membeli surga dengan sumur Raumah.”
Hingga kini, Sumur Raumah yang letaknya di samping Masjid Qiblatain masih mengalirkan air di wilayah Madinah dan menjadi salah satu wakaf produktif tertua di dunia Islam. Pemerintah Arab Saudi mengelola lahan di sekitarnya sebagai kebun kurma, dan hasilnya terus disalurkan untuk amal atas nama Utsman bin Affan.
Kisah pembelian dan pewakafan sumber air di Madinah ini bukan sekadar catatan sejarah, tapi pelajaran penting tentang bagaimana kekayaan bisa menjadi alat peradaban. Utsman menunjukkan bahwa kekuatan sejati seorang saudagar bukan di jumlah harta yang dimiliki, tetapi pada keberanian mengubahnya menjadi manfaat bagi sesama. (*)
Info Keislaman Kisah inspiratif Utsman bin Affan Sumber Air Sumur Raumah




















